Pacul itu alat untuk mencangkul, tapi tidak sedikit kasus pembunuhan yang menggunakan cangkul, kaca begitu indah untuk bercermin, namun tak sedikit yang terluka menggunakan kaca, begitu pula dengan bahasa, bahasa adalah pemersatu, namun tidak sedikit perpecahan juga disebabkan karena bahasa.
Kenapa bisa begitu? banyak yang menerjemahkan jika bahasa adalah alat berkomunikasi. Poin penting utamanya adalah alat, ya alat. Bahasa adalah alat yang bisa digunakan sebagai apapun oleh yang menggunakannya. Jika bahasa digunakan sebagai pemersatu bangsa, maka bahasa benar-benar dapat digunakannya, dan itu sudah terbukti. Para pemuda yang hadir pada konres pemuda tahun 1928 silam sudah mendeklarasikannya, bahwa bahasa satu, bahasa Indonesia. Ini tandanya, bahasa sangat mungkin digunakan sebagai alat pemersatu.
Namun, dibalik kekuatannya untuk digunakan sebagai alat pemersatu, bahasa sangat mudah pula digunakan sebagai alat pemecah belah, bahkan bisa membuat sebuah hubungan baik menjadi hancur sehancur-hancurnya. Dalam artian ini, bahasa hanya digunakan sebagai urusan teknis komunikasi saja, hanya dimulut saja tanpa memaknai jika bahasa adalah cerminan dari pribadi seseorang, cerminan dari sebuah pribadi bangsa, walaupun ada pula yang berkepribadian tidak baik namun mampu berbahasa dengan baik.
Penggunaan bahasa yang salah maupun pemilihan diksi yang salah adalah akar masalah penyebab bahasa sebagai pemecah belah. "Kamu kayak Anj***", kalimat seperti ini sangat buruk tentunya, secara bahasa sudah salah dalam memilih diksi apalagi bila dikaitkan dengan norma. Tidak sedikit yang berkelahi, saling membunuh hanya dari kalimat itu saja.
Jika kalimat tadi terkesan begitu kasar, ada pula kalimat yang bisa jadi kita temukan begitu rapih tersusun, memiliki diksi yang baik tetapi mengandung beribu makna yang bisa menjadi pemecah belah. Kalimat seperti ini juga justru lebih berbahaya, karena dipastikan yang mengucapkan ataupun yang menyampaikan adalah orang yang secara intelektual lebih mumpuni.
Teringat sebuah buku karya Imam J.P dan teman-teman, buku yang berjudul "Jangan salahkan bahasa" mengingatkan kita bila Bahasa apapun hanya alat, bahasa apapun hanya media. Jika bahasa membuat sebuah hubungan keluarga menjadi berantakan, jika bahasa membuat hubungan pertemanan jadi putus, jika bahasa membuat disintegrasi sebuah negara, maka Jangan salahkan bahasa, tapi salahkan orang yang berbahasa tapi menggunakan bahasa hanya sebuah alat yang bisa memuaskan nafsu pribadinya.