Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengkritik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan dengan sejumlah syarat.
Dilansir dari laman Kompas, Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, menegaskan bahwa fasilitas pendidikan, sebagaimana tempat ibadah dan fasilitas pemerintah, semestinya steril dari kepentingan politik praktis.
"Larangan penggunaan ketiga jenis sarana tersebut harus bersifat mutlak tanpa syarat. Apabila MK berdalil bahwa tempat ibadah tidak layak digunakan untuk kepentingan kampanye tanpa syarat karena menjadi salah satu upaya untuk mengarahkan masyarakat menuju kondisi kehidupan politik yang ideal sesuai dengan nilai ketuhanan berdasarkan Pancasila, begitu pun seharusnya dengan tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah," ujar Retno dalam keterangannya, Senin (21/8/2023).
Ia menyampaikan bahwa persyaratan "tanpa atribut" dalam berkampanye di fasilitas pendidikan tidak serta-merta menghilangkan relasi kuasa dan uang. Sebab, 2 hal itu bisa saja disalahgunakan oleh institusi pendidikan untuk mengomersialkan panggung politik di dalam tempat pendidikan.
“Kondisi tersebut jelas berbahaya bagi netralitas lembaga pendidikan kedepannya. Apalagi jika yang berkampanye adalah kepala daerah setempat, relasi kuasa ada dan bahkan bisa menggunakan fasilitas sekolah tanpa mengeluarkan biaya," ujar Retno.
"Jika menggunakan aula yang berpendingin udara, maka beban listrik menjadi beban sekolah," ucapnya memberi contoh.
Ia juga mempertanyakan makna "fasilitas pendidikan" yang tidak dirinci oleh MK dalam pertimbangan putusannya.
Retno menerangkan, tak masuk akal jenjang pendidikan selain kampus dijadikan sarana kampanye, sebab para peserta didiknya mayoritas belum punya hak pilih. Di SMA atau SMK pun, murid yang memiliki hak pilih terhitung tak banyak.
Retno dkk. berharap agar pemerintah mengantisipasi risiko kerugian dan keselamatan para peserta didik akibat putusan yang bersifat final dan mengikat itu.
FSGI juga mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk mengatur lebih detail batasan fasilitas pendidikan yang dapat digunakan sebagai lokasi berkampanye.
Mereka juga berharap, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sanggup mengawasi kampanye di lembaga-lembaga pendidikan terutama di sekolah negeri yang tak mungkin menolak perintah kepala daerah petahanan melalui kepala dinas pendidikan setempat. (Foto/Images: Ilustrasi Kampanye/Kompas.Com)