Kritik Terhadap Kurikulum Merdeka: Mengapa Belum Layak Menjadi Kurikulum Nasional?
Kurikulum adalah komponen utama dalam sistem pendidikan sebuah negara. Saat ini, Indonesia menerapkan Kurikulum Merdeka sebagai landasan pendidikan.
Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan kepada guru untuk merancang pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan lingkungan belajar anak. Namun, upaya untuk menjadikan Kurikulum Merdeka sebagai Kurikulum Nasional (Kurnas) menuai pro dan kontra di masyarakat.
Meskipun sebagian setuju dengan usulan tersebut, ada yang mengkritik dan meminta Kementerian Pendidikan Kebudayaan Ristek dan Dikti untuk meninjau kembali kurikulum tersebut. Organisasi nirlaba seperti Barisan Pengkaji Pendidikan (Bajik) menjadi salah satu yang mengemukakan kritik.
Dilansir dari laman HaiBunda, Dhitta Puti Sarasvati, Direktur Eksekutif Bajik, menilai bahwa Kurikulum Merdeka belum pantas menjadi Kurikulum Nasional karena beberapa alasan sebagai berikut:
Kurikulum Merdeka belum memiliki naskah akademik yang jelas, yang seharusnya menjelaskan filosofi pendidikan dan kerangka konseptual.
Kurikulum Merdeka belum memenuhi beberapa komponen penting seperti filosofi, prinsip dasar, dan kerangka kurikulum serta bidang studi.
Kurikulum Merdeka masih dalam tahap uji coba dan belum lengkap dalam dokumen kurikulum resmi, meskipun sudah memiliki Capaian Pembelajaran, buku teks, dan beberapa panduan.
Dalam konteks ini, meskipun Kurikulum Merdeka bisa digunakan sebagai acuan oleh guru dalam merancang pembelajaran, namun masih perlu evaluasi menyeluruh sebelum dijadikan kurikulum nasional.
(Foto/Gambar: Ilustrasi Kurikulum Merdeka/Dok. Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas)