BIPA Dorong Upaya Internasionalisasi Sastra Indonesia
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), E. Aminudin Aziz, mengatakan, pihaknya menjadikan program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) sebagai bagian dari upaya internasionalisasi sastra Indonesia. Hal tersebut mengingat sastra sebagai bagian integral dan utuh dari bahasa.
"Ketika bicara tentang BIPA itu artinya ketika kita membuanakan bahasa, menginternasionalisasi bahasa, sesungguhnya kita juga menginternasionalkan sastra," ujar Aminudin, dalam Seminar Antarbangsa Kesusastraan Asia Tenggara, di Jakarta, Rabu (20/9).
Dia mengatakan, pemerintah berkomitmen menginternasionalisasi penggunaan Bahasa Indonesia sesuai Undang-Undang nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lembaga Negara, serta Lagu Kebangsaan. Dalam BIPA, pihaknya mengembangkan bahan ajar sastra pada tingkat dasar dan tingkat terampil.
Dilansir dari laman Koran Jakarta, Aminudin menambahkan, dalam BIPA juga diajarkan praktik penulisan dan pembacaan karya sastra. Menurutnya, ada kebutuhan pembelajaran Bahasa Indonesia bukan untuk komunikasi sehari-hari, tapi juga untuk mempelajari sastra Indonesia secara lebih mendalam.
"Di Mesir, para pemelajar BIPA menuntut kami untuk menyediakan kelas lanjut untuk kajian-kajian sastra. Ini jadi tantangan tersendiri karena minat mempelajari sastra Indonesia ternyata begitu besar," katanya.
Dia memaparkan, saat ini program BIPA diselenggarakan di 52 negara dengan 185 lembaga penyelenggara. Ada 307 penugasan pengajar BIPA untuk mengajar sekitar 154.000 orang pemelajar. "Kami juga akan menyiapkan peta jalan internasionalisasi sastra Indonesia baik melalui program BIPA maupun non BIPA," ucapnya.
Aminudin mengungkapkan, pihaknya akan membentuk tim kurator untuk mengkurasi dan menentukan karya sastra sesuai kriteria dan standar sastra dunia. Untuk kriteria, pihaknya menggunakan 7 standar berdasarkan buku English Literature karya William J. Long yaitu Universalitas, artistik, nilai intelektual, sugestif, nilai spiritual, keabadian, gaya.
"Yang menjadi persoalan mendefinisikan hakikat sastra Indonesia terkait substansi, gaya, latar, estetika. Ini yang akan menentukan entitas atau ciri khas dari sastra Indonesia itu apa. Keindonesiaan kita dibangun dari berbagai macam kemajemukan, maka mendefinisikan sastra Indonesia harus mendefinisikan kemajemukan itu," tandasnya.
(Foto/Gambar: Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), E. Aminudin Aziz, dalam Seminar Antarbangsa Kesusastraan Asia Tenggara, di Jakarta, Rabu (20/9) - Koran Jakarta)