Celengan Literasi, Jalan Meningkatkan Budaya Literasi Keluarga

Celengan Literasi, Jalan Meningkatkan Budaya Literasi Keluarga

Oleh | Kamis, 19 September 2019 07:20 WIB | 9.210 Views

Pepatah populer mengatakan, sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Begitu pula dalam pepatah bahasa sunda yang berbunyi "cikaracak ninggang batu, laun-laun jadi legok". Kedua pepatah dari ragam bahasa itu menggambarkan bagaimana untuk mencapai sebuah goal perlu ketekunan, perlu konsistensi dan juga perlu upaya nyata, walaupun upaya itu sangat kecil. Namun, bila dilakukan secara terus berulang, secara konsisten dan berkesinambungan, maka sangat mungkin tujuan akhir dari proses yang begitu panjang akan terwujud. Hal ini sangat tepat untuk menggambarkan apa yang kita sering dengar dengan istilah literasi.

Secara akademis, National Institute for Literacy mendefinisikan bahwa literasi adalah kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan. Kemudian Wikipedia juga menuliskan tentang definisi yang hampir sama, literasi adalah istilah umum yang merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, literasi tidak bisa dilepaskan dari kemampuan berbahasa.

Merujuk pada dua pepatah tadi, literasi juga merupakan sekumpulan proses yang membutuhkan sebuah konsistensi dalam pelaksanaannya yang tujuan akhirnya adalah melek literasi. Sehingga individu-individu yang melakukannya semakin cerdas, semakin luas wawasannya dan akhirnya mencapai sebuah capaian yang dicita-citakan. Bila kita bicara tentang literasi, tentu tidak hanya bicara tentang aktivitas literat itu sendiri, literasi membutuhkan sebuah momentum, membutuhkan sebuah goodwill dari dalam diri dan juga butuh lingkungan yang mendukung dari kegiatan literasi itu sendiri, salah satunya adalah keluarga.

Literasi dalam Keluarga

Kita semua sepakat bahwa lingkungan terkecil dalam hidup seseorang adalah keluarga, oleh karena itu banyak program-program besar yang dilakukan oleh lembaga, kelompok bahkan pemerintah dimulai dari keluarga. Sebagai contoh adalah seperti kampanye pengurangan penggunaan plastik. program ini paling efektif adalah dimulai dari keluarga, karena dari titik inilah sebuah lingkungan masyarakat dimulai. Begitu pula dengan literasi, literasi itu adalah budaya, budaya yang harus dibangun oleh setiap orang, dan budaya itu harus dibangun dari fondasi terdasar setelah individu, yaitu budaya dalam keluarga. Jika keluarga dapat menerapkan budaya literasi yang baik, tidak sulit untuk menemukan potensi-potensi luar biasa yang hadir dari keluarga itu. karena membudayakan literasi secara tidak langsung akan membentuk sebuah komunikasi yang baik, saling menghargai, saling mengisi dalam keluarga itu.

Budaya literasi dalam keluarga bukan hanya dalam artian setiap individu dalam keluarga itu harus sering membaca buku, harus sering melakukan telaah media saja, tetapi juga saling bertukar informasi hasil dari kegiatan literasi yang dilakukan. Seorang ayah akan berbagi pengetahuan tentang apa yang didapatkannya kepada Ibunya, Ibu kepada anaknya, anak-anak kepada ayah ibunya, adik kepada kakaknya, kakak kepada adiknya, terus dan terus berbagi sehingga informasi jadi begitu kaya dan terdistribusi.

Membangun budaya literasi seperti demikian tentu tidak mudah, bahkan bisa disebut sangat sulit, butuh momentum, butuh komitmen dari tiap individu yang ada di dalamnya, serta perlu merawat bersama budaya itu sendiri bila sudah dilakukan karena hal yang tersulit untuk menjaga sebuah budaya adalah merawatnya daripada membuat sebuah budaya itu sendiri, tidak terkecuali budaya literasi.

Celengan Literasi

Apa yang ada di dalam benak anda ketika mendengar kata "Celengan"? apakah anda ingat sebuah bentuk ayam yang terbuat dari bahan tembikar? atau beragam bentuk unik yang di bagian atasnya terdapat lubang untuk memasukan uang? Tepat sekali bila anda memikirkan hal yang sama dengan saya. Namun, ada hal yang lebih penting yang perlu kita cermati lebih dalam lagi. Celengan adalah sebuah tantangan yang menuntut kita untuk konsisten, tentu sangat jarang kita menemukan orang yang dengan sengaja menukarkan sekian juta rupiah untuk dijadikan urang receh dan dimasukan kedalam celengan sekaligus bukan? celengan justru melatih siapa pun yang memilikinya untuk berkepribadian konsisten, walaupun hanya seribu rupiah yang dimasukan.

Lalu apa ada apa dengan "Celengan Literasi"? pertanyaan yang bagus sekali. Menggabungkan karakteristik celengan dan upaya membangun budaya literasi dalam keluarga adalah solusi untuk membangun dan merawat budaya literasi itu sendiri. Anda bisa mencobanya di keluarga anda. Setiap individu baik orang tua maupun anak disiapkan sebuah celengan. Kemudian, setiap hari, atau setiap waktu yang ditentukan atau bahkan waktu yang sembarang, setiap individu boleh dan dipersilahkan untuk menceritakan kembali apa yang telah dibaca, baik dari buku, internet atau media positif lainnya. Individu lain yang mendengarkannya bisa memberikan apresiasi dengan memberikan receh untuk dimasukan kedalam celengan milik pemberi informasi. Uang receh ini tentu disediakan oleh orang tua sebagai apresiasi bagi siapa pun. Seorang cucu bisa bercerita tentang apa yang ia dapat dari membaca kepada ayah atau kakeknya, jika nilai manfaatnya tinggi, sudah seharusnya receh yang didapat semakin besar. Hal yang demikian bisa sering dilakukan dan dilakukan oleh tiap individu. Di periode tertentu, celengan akan digunakan untuk dibuka atau dipecahkan, uang yang didapat dihitung, hasilnya dapat digunakan untuk membeli buku misalkan atau untuk hal positif lainnya, sehingga secara tidak langsung akan terbentuk sebuah gamifikasi dalam keluarga.

Celengan literasi tidak hanya memberikan semangat untuk anak dalam meningkatkan budaya literasi dalam keluarga, tetapi komunikasi akan semakin terjalin antar individu, selain itu sikap saling menghargai juga akan terbangun secara tidak langsung. Celengan literasi adalah sebuah ide sederhana yang tentu tidak mudah dalam menjalankan, tapi tentu sangat baik bila dicoba. Dengan demikian, budaya literasi dalam keluarga dapat terjaga dan meningkat sehingga terbentuk keluarga yang kaya akan informasi, kaya akan pengetahuan dan menjadi keluarga yang baik, berkepribadian dan juga keluarga yang literat. Semakin banyak keluarga yang literat dan cerdas, maka sebuah modal awal sudah didapat untuk membentuk sebuah bangsa yang kuat, berpendidikan yang akhirnya akan menghadirkan sebuah bangsa yang maju dan sejahtera.

#sahabatkeluarga #literasikeluarga


Baca Full Text (PDF) Diary Siti Salamah Azzahra






Edukasi Lainnya
Tahap Perkembangan Anak Menurut Sigmund Freud
Kamis, 20 Juni 2024 07:23 WIB
Tahap Perkembangan Anak Menurut Sigmund Freud
Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori yang paling terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial. Freud percaya kepribadian yang berkembang melalui serangkaian tahapan masa kanak-kanak di mana mencari kesenangan-energi dari id menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu.
Apa itu Merdeka Belajar?
Sabtu, 12 Agustus 2023 01:26 WIB
Apa itu Merdeka Belajar?
Merdeka belajar merupakan langkah untuk mentransformasi pendidikan demi terwujudnya Sumber Daya Manusia (SDM) Unggul Indonesia yang memiliki Profil Pelajar Pancasila.
Membangkitkan Bahasa Daerah Sebagai Bahasa Ibu Melalui Rumah Mainan Anak
Minggu, 09 Juli 2023 09:23 WIB
Membangkitkan Bahasa Daerah Sebagai Bahasa Ibu Melalui Rumah Mainan Anak
Punahnya 11 bahasa daerah di Indonesia pada beberapa tahun terakhir seperti di ungkap Badan Bahasa pada tahun 2016 lalu menandakan betapa terseok-seongnya Bahasa daerah bersaing dengan banyak Bahasa yang hadir di Indonesia khususnya, kepunahan ini ibarat seleksi alam yang terjadi pada Bahasa
Pentingnya Mendaftarkan HAKI atas Karya Cipta Akademik di Era Digital Saat Ini
Senin, 08 Mei 2023 00:10 WIB
Pentingnya Mendaftarkan HAKI atas Karya Cipta Akademik di Era Digital Saat Ini
Karya cipta atau produk akademik saat ini sudah seharusnya segera didaftarkan paten maupun HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) mengingat dalam dunia digital, plagiarisme, duplikasi ide dan gagasan bahkan pencurian ide hingga naskah sering terjadi. Lalu apa pentingnya?