Wacana adalah salah satu hal yang dipelajari dalam bahasa Indonesia, pada pustaka kali ini akan dijelaskan tentang Wacana Instruktif dan wacana Deskriptif berikut dengan contoh dari masing-masing wacana.
Wacana Instruktif
Wacana ini menampilkan petunjuk (misalnya aturan pakai), aturan (misalnya aturan main), peraturan (misalnya peraturan pada suatu perguruan) dan pedoman (misalnya pedoman dalam suatu organisasi). Dalam wacana ini sering digunakan imperatif, tetapi dapat juga instruksi itu dikemukakan secara implisit. Wacana ini dibuat agar si pembaca melakukan suatu tindakan atau sebaliknya, tidak melakukan suatu tindakan tertentu.
Contoh
Aturan Keselamatan Berkendara Sepeda Motor
Wacana Deskriptif
Deskripsi adalah suatu wacana yang mengemukakan representasi atau gambaran tentang sesuatu atau seseorang, yang biasanya ditampilkan secara rinci. Dalam bahasa Indonesia, deskripsi disebut juga pemerian. Wacana deskriptif merupakan hasil pengamatan serta kesan-kesan penulis tentang objek pengamatan tersebut. Apabila deskripsi itu hidup, pembaca dapat membayangkan sesuatu yang digambarkan itu. Tentu saja yang digambarkan itu dapat berupa sesuatu yang nyata (riil), dapat juga merupakan fiksi. Dalam deskripsi banyak ditemukan enumerasi atau gambaran bagian per bagian. Dalam jenis wacana ini, susunan sekuen bersifat fakultatif, artinya sampai batas-batas tertentu, susunan dapat dipertukarkan, karena gambaran bersifat permanen dan simultan.
Dapat dikatakan bahwa cirri deskripsi adalah hubungan spasial (kesatuan tempat). Ini berarti bahwa detil-detil yang digambarkan mempunyai hubungan satu sama lain, dan tidak merupakan gambaran yang tercerai-berai. Gambaran itu bersifat simultan (hadir secara bersamaan), sedangkan dalam wacana naratif peristiwa-peristiwa yang ditampilkan bersifat berurutan. Deskripsi sering dikaitkan dengan bentuk wacana lain. Dalam wacana naratif, sering terdapat deskripsi tempat, orang, benda lain ataupun suasana tertentu. Dengan adanya deskripsi, pembaca lebih mampu membayangkan apa yang diceritakan; imajinasi pembaca menjadi lebih hidup. Demikian pula dalam wacana argumentatif, wacana ekplikatif dan instruktif sering digunakan deskripsi sebagai cara untuk menjelaskan sesuatu.
Contoh 1
Senja dan Kereta
Jingga menyelimuti kota Cimahi. Pertanda senja mengiringi ufuk meredup berganti malam yang pekat. Setiap petang stasiun Cimahi selalu dipenuhi dengan para pekerja, pelajar, mahasiswa, dan orang-orang yang melewati aktivitas hari ini untuk kembali pulang. Dari kejauhan bunyi kereta mulai terdengar di telinga dan bentuknya semakin terlihat jelas dari arah barat. Kereta berhenti dan pintu kereta pun terbuka. Terlihat seperti sekumpulan hewan yang kelaparan, semua orang sibuk dan bergegas ingin masuk. Dari balik jendela kereta terlihat sebagian penumpang harus rela berdiri dan berdesakan menanti bagai seorang tunawisma yang gusar mencari sebuah alas untuk duduk. Seorang lelaki memakai baju putih dilengkapi dengan atribut kebanggaanya yang dikenal sebagai kepala stasiun memberikan isyarat dengan lampu hijau disambut dengan peluit panjang dari kondektur KA dan kereta kembali melaju. Senja sore sudah tak terlihat lagi, menghilang di balik horison. Suasana kembali hening di stasiun Cimahi. Sinar lembayung kini berganti dengan lampu neon memenuhi setiap sudut stasiun. Di ruang tunggu, masih ada beberapa orang yang duduk bersantai menunggu kereta selanjutnya.
Contoh 2
Rahasia Firaun yang Hilang
Pemandangan didalam ruangan itu makin nyata dan benda-bendanya dapat dilihat satupersatu. Pertama-tama dimuka kami diseblah kanan tampaklah tiga buah tempat tidur berlapis emas yang besar-besar. Kami memang merasa kurang yakin sisinya berukiran bentuk binatang yang mengerikan, yang tubuhnya dibuat meramping supaya sesuai dengan bentuk tempat tidur itu, tetapi kepalanya persis benar dengan kepala binatang yang masih hidup. Binatang-binatang itu menimbulkan rasa seram. Jika kelihatan seperti yang kita lihat sekarang, dengan lampu bateri tampak jelas kulitnya yang keemasan dan seakan-akan kena sorotan lampu sandiwara, maka tampaklah pada dinding dibelakangnya bayang-bayang kepalanya yang sangat menyeramkan. Lalu disebelah kanannya tampak pula dua patung raja yang hitam, menurut ukuran sebenarnya, berhadap-hadapan seperti dua orang penjaga, memakai baju emas dan sandal emas, bersenjatakan tongkat, dan pada, dahi mereka ada ular kobra yang dipuja sebagai pelindung.
(Reymound Holden, 1961)