Daftar Isi
Jurnalistik merupakan salah satu kegiatan pengantar informasi melalui media, baik media cetak maupun media Online yang saat ini. Media online lebih dominan pada saat ini karena kegiatan jurnalitik lebih cepat dalam memproses sebuah berita begitu juga para pembaca. Namun pada saat ini terkadang demi kepopularitasnya sebuah media mengabaikan kode etik jurnalistik. Kenetralan jurnalistik sangat penting karena sangat berpengaruh kepada pembaca khususnya pembaca awam sehingga infromasi terkadang dikonsumsi secara mentah sehingga sebagian masyarakat percaya akan suatu hal yang diberitakan yang belum pasti kejadiannya. Kegiatan Jurnalitik harus bisa memisahkan dimana yang bersifat opini dan fakta jangan sampai tercampur jika sudah tercampur berarti sudah melanggar kode etik jurnalistik. Apalagi jika tahun politik di mana pelaku jurnalistik jangan sampai kehilangan hati nurani walapun ada paksaan dari atasan untuk memberitakan berita yang belum tentu fakta supaya popilaritas sebuah media itu naik atau ratingnya naik supaya pemasukan lebih besar.
Memang sulit untuk berada ditengah-tengah selain itu juga banyak tekanan dari sana sini, terkadang ada tawaran-tawaran yang menggiurkan untuk para jurnalistik untuk memberitakan suatu berita agar si penawar dapat keuntungan ketika informasinya terserbar. Jurnalistik harus menjadi kegiatan membuat proses informasi yang netral bersifat fakta,tajam supaya masyarakat tahu apa yang terjadi sesungguhnya tentang kejadian-kejadian dibelahan dunia.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia juga ada kaitan dengan kegiatan jurnalistik pada dasarnya media untuk menyampaikan informasi itu menggunakan bahasa, baik bahasa daerah, Nasional dan Internasional. Di Indonesia sudah jelas media cetak,online hampir semua menggunakan bahasa Indonesia, selain itu bahasa yang digunakan menggunakan bahasa Indonesia yang mudah dipahami dan tidak bertele-tele atau singkat padat dan jelas.
Jurnalistik secara Harfiah, Jurnalistik (journalistikc) artinya kewartawanan atau hal-ihwal pemberitaan. Kata dasarnya “jurnal” (journal), artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” (day) atau “catatan harian” (diary). Dalam bahasa Belanda journalistiek artinya penyiaran catatan harian. Istilah jurnalistik erat kaitanya dengan istilah pers dan komunikasi massa. Jurnalistik adalah seperangkat atau alat media massa. Jurnalistik adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan sehari-hari. Jadi jurnalistik bukan pers, bukan media massa. Menurut kamus, jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulis surat kabar, atau dalam berkala lainnnnya (Sumadiria, 2008). Sedangakan dalam kamus jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulis untuk surat kabar, majalah, atau berkala lainnya (Assegaff, 1983 hlm. 9).
Jurnalistik pada dasarnya segala usaha untuk membuat berita dan ulasan agar berita tersebut tersampaikan pada kelompok pembaca atau pemerhati (Bond F. Fraser, 1961 hlm. 1 ) dalam An Introduction to Journalism. Sependapat dengan Kustadi Suhandang menyebutkan, jurnalistik merupakan seni dan atau keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan pemerhati atau pembaca (Suhandang, 2004:23).
Berdasarkan uraian diatas hakikat jurnalistik adalah ketrampilan untuk menyampaikan berita, memberikan gambaran dan pendapat melalui media seperti surat kabar, majalah, radio dan televisi, bahkan di internet dan HP. Tujuan dari kegiatan jurnalistik yaitu menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya agar si pemerhati atau pembaca tahu akan kejadian-kejadian yang sudah atau sedang terjadi dibelahan daerah lainnya.
Konsep dasar teori dan juga sejarah perkembangan Jurnalistik merupakan salah satu konsep-konsep yang membuat kegiatan jurnalistik berkembang sesuai dengan zamannya.
Jurnalistik merupakan bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk penerangan, penafsiran dan pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada. (Ensiklopedi Indonesia) begitu juga pendapat Roland E. Wolseley dalam Understanding Magazines (1969, hlm. 3), jurnalistik adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematis dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan disiarkan di stasiun siaran.
Istilah jurnalistik dapat ditinjau dari tiga sudut pandang: harfiyah, konseptual, dan praktis. Secara harfiyah, jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau kepenulisan. Kata dasarnya jurnal (journal), artinya laporan atau catatan, atau jour dalam bahasa Prancis yang berarti hari (day). Asal-muasalnya dari bahasa Yunani kuno, du jour yang berarti hari, yakni kejadian hari ini yang diberitakan dalam lembaran tercetak.
Secara konseptual, jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut pandang: sebagai proses, teknik, dan ilmu.
Pelaku jurnalistik disebut jurnalis atau wartawan. KBBI menyebutkan, wartawan adalah orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita untuk dimuat dalam surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Wartawan disebut juga juru warta atau jurnalis. Jurnalis/Wartawan adalah orang yang melakukan aktivitas jurnalistik secara rutin dan diatur pada (UU No. 40/1999 tentang Pers)
Kode etik jurnalistik adalah etika profesi wartawan. Ciri utama wartawan profesional yaitu menaati kode etik, sebagaimana halnya dokter, pengacara, dan kaum profesional lain yang memiliki dan menaati kode etik.
Kode etik jurnalistik secara secara universal tercantum dalam 9 Elemen Jurnalisme yang dikemukakan Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2001) dalam The Elements of Journalism, What Newspeople Should Know and the Public Should Expect (New York: Crown Publishers, 2001) sebagai berikut:
tanggapan dari publik.
Teknik Jurnalistik (Journalism Skills) adalah keahlian atau keterampilan khusus dalam hal reportase, penulisan dan penyuntingan berita, serta wawasan dan penggunaan bahasa jurnalistik atau bahasa media.
Bahasa Jurnalistik –disebut juga bahasa media, bahasa pers, bahasa koran, atau bahasa wartawan– adalah gaya bahasa yang digunakan wartawan dalam menulis berita dengan karakteristik singkat, padat, sederhana, jelas, lugas, dan menarik. Pakar bahasa Indonesia Jus Badudu menyatakan, bahasa jurnalistik harus sederhana, mudah dipahami, teratur, dan efektif.
Secara garis besar, produk atau karya jurnalistik itu adalah
Berita adalah laporan peristiwa. Opini adalah tulisan berisi pendapat, penilaian, pemikiran, atau analisis tentang suatu masalah atau peristiwa. Feature adalah tulisan yang menggabungkan fakta dan opini atau tulisan khas bergaya penulisan karya sastra seperti cerpen atau novel. Foto dan Video masuk dalam produk jurnalistik jika berupa foto jurnalistik dan video jurnalistik.
Hasil proses jurnalistik atau karya jurnalistik dipublikasikan melalui media massa yang terbagi dalam tiga jenis. Media cetak terdiri dari suratkabar (koran, terbit harian), majalah, dan tabloid. Media Elektronik terdiri dari radio siaran, televisi, dan film. Media Siber yaitu media massa di internet –dikenal dengan sebutan media online, situs berita, portal berita (news portal), website berita, atau media dalam jaringan (media daring).
Sejarah merupakan kejadian-kejadian masa yang sudah terjadi, begitu juga dengan sejarah perkembangan jurnalistik. Kita tahu bahwa dahulu kegiatan komunikasi menggunakan alat ucap yaitu mulut ke mulut untuk menyebarkan infromasi dengan kata lain dengan bahasa lisan bukan tulisan.
Dalam sejarah Islam, cikal bakal jurnalistik yang pertama kali di dunia adalah pada zaman Nabi Nuh. Saat banjir besar melanda kaumnya, Nabi Nuh berada di dalam kapal beserta sanak keluarga, para pengikut yang saleh, dan segala macam hewan.
Untuk mengetahui apakah air bah sudah surut, Nabi Nuh mengutus seekor burung dara ke luar kapal untuk memantau keadaan air dan kemungkinan adanya makanan. Sang burung dara hanya melihat daun dan ranting pohon zaitun yang tampak muncul ke permukaan air. Ranting itu pun dipatuk dan dibawanya pulang ke kapal. Nabi Nuh pun berkesimpulan air bah sudah mulai surut. Kabar itu pun disampaikan kepada seluruh penumpang kapal.
Atas dasar fakta tersebut, Nabi Nuh dianggap sebagai pencari berita dan penyiar kabar (wartawan) pertama kali di dunia. Kapal Nabi Nuh pun disebut sebagai kantor berita pertama di dunia.
2. Munculnya Wartawan Pertama
Pada zaman Romawi muncul wartawan-wartawan pertama. Wartawan-wartawan ini terdiri dari budak-budak belian yang oleh pemiliknya diberi tugas mengumpulkan informasi, berita-berita, bahkan juga menghadiri sidang-sidang senat dan melaporkan semua hasilnya secara lisan maupun tulisan. Tujuannya agar tuannya selalu mengikuti kejadian-kejadian di kota Roma.
3. Masa Perkembangannya
Di Indonesia, istilah "jurnalistik" dulu dikenal dengan "publisistik". Dua istilah ini tadinya biasa dipertukarkan, hanya berbeda asalnya. Beberapa kampus di Indonesia sempat menggunakannya karena berkiblat kepada Eropa. Seiring waktu, istilah jurnalistik muncul dari Amerika Serikat dan menggantikan publisistik dengan jurnalistik. Publisistik juga digunakan untuk membahas Ilmu Komunikasi.
Pada awalnya, komunikasi antar manusia sangat bergantung pada komunikasi dari mulut ke mulut. Catatan sejarah yang berkaitan dengan penerbitan media massa terpicu penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg. di Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan kewartawanan sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang Timoer, Bintang Barat, Java Bode, danMedan Prijaji terbit.
Masa Penjajahan Belanda
Pada tahun 1615 atas perintah Jan Pieterzoon Coen, yang kemudian pada tahun 1619 menjadi Gubernur Jenderal VOC, diterbitkan “Memories der Nouvelles”, yang ditulis dengan tangan. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa “surat kabar” pertama di Indonesia ialah suatu penerbitan pemerintah VOC. Pada Maret 1688, tiba mesin cetak pertama di Indonesia dari negeri Belanda. Atas intruksi pemerintah, diterbitkan surat kabar tercetak pertama dan dalam nomor perkenalannya dimuat ketentuan-ketentuan perjanjian antara Belanda dengan Sultan Makassar. Setelah surat kabar pertama kemudian terbitlah surat kabar yang diusahakan oleh pemilik percetakan-percetakan di beberapa tempat di Jawa. Surat kabar tersebut lebih berbentuk koran iklan. fungsinya untuk membantu pemerintahan kolonial belanda.
Masa Pendudukan Jepang
Pada masa ini, surat kabar-surat kabar Indonesia yang semula berusaha dan berdiri sendiri dipaksa bergabung menjadi satu, dan segala bidang usahanya disesuaikan dengan rencana-rencana serta tujuan-tujuan tentara Jepang untuk memenangkan apa yang mereka namakan “Dai Toa Senso” atau Perang Asia Timur Raya. Dengan demikian, pada zaman pendudukan Jepang pers merupakan alat Jepang. Kabar-kabar dan karangan-karangan yang dimuat hanyalah pro-Jepang semata.
Masa Revolusi Fisik
Peranan yang telah dilakukan oleh pers kita di saat-saat proklamasi kemerdekaan dicetuskan, dengan sendirinya sejalan dengan perjuangan rakyat Indonesia. Bahkan tidak sedikit dari para wartawan yang langsung turut serta dalam usaha-usaha proklamasi. Semboyan “Sekali Merdeka Tetap Merdeka” menjadi pegangan teguh bagi para wartawan. Periode tahun 1945 sampai 1949 yang biasa dinamakan periode “revolusi fisik”, membawa coraknya tersendiri dalam sifat dan fungsi pers kita. Dalam periode ini pers kita dapat digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu pertama, pers yang terbit dan diusahakan di daerah yang dikuasai oleh pendudukan sekutu, kemudian Belanda, dan kedua pers yang terbit diusahakan di daerah yang dikuasai oleh RI yang kemudian turut bergerilya.
Masa Demokrasi Liberal (orde lama)
Dalam aksi-aksi ini peranan yang telah dilakukan oleh pers republik sangat besar. Republik Indonesia Serikat yang tidak sesuai dengan keinginan rakyat akhirnya bubar dengan terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950. Pada masa ini dalam kepemimpinan Ir. Soekarno untuk memperoleh pengaruh dan dukungan pendapat umum, pers kita yang pada umumnya mewakili aliran-aliran politik yang saling bertentangan, menyalahgunakan kebebasan pers (freedom of the press), yang kadang-kadang melampaui.
Masa Orde Baru
Pada masa Orde baru, fungsi dewan pers ini tidaklah efektif. Hal itu terlihat jelas ketika pembredelan 1994, banyak anggota dari dewan pers yang tidak menyetujui pembredelan. Namun ironisnya, pada saat itu dewan pers diminta untuk mendukung pembredelan tersebut. Meskipun dewan pers menolak pembredelan, tetap saja pembredelan dilaksanakan. Menolak berarti melawan pemerintah. Berarti benar bahwa dewan pers hanya formalitas saja. Istilah pers digunakan dalam konteks historis seperti pada konteks “press freedom or law” dan“power of the press”. Sehingga dalam fungsi dan kedudukannya seperti itu, tampaknya, pers dipandang sebagai kekuatan yang mampu mempengaruhi masyarakat secara massal. ( John C.Merrill, 1991, dalam Asep Saeful, 1999 : 26)).
Seharusnya pers selain mempengaruhi masyarakat, pers juga bisa mempengaruhi pemerintah. Karena pengertian secara missal itu adalah seluruhlapisan masyarakat baik itu pemerintah maupun masyarakat. Namun di Era Orde Baru, dewan pers memang gagal meningkatkan kehidupan pers nasional, sehingga dunia pers hanya terbelenggu oleh kekuasaan oleh kekuasaan Orde Baru tanpa bisa memperjuangkan hak-haknya
Masa Reformasi
Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto. Banyak media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi. Kegiatan kewartawanan diatur dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang dikeluarkan Dewan maka pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:
Aspek-aspek dalam jurnalisme meliputi proses pencarian, penulisan, penyuntingan, hingga proses penyebarluasan berita dengan menggunakan media yang ada, entah itu cetak, televise, maupun radio. Jurnalistik atau pers di Indonesia sejak lama telah berkembang. Hal ini ditandai dengan lahirnya peraturan perundang-undangan mengenai pers di Indonesia yang telah ada sejak tahun 1996.Seiring dengan reformasi yang terjadi pada tahun1999, insan pers seperti bebas dari “pasungan” yang selama ini mengekangnya.Pers kembali bisa menikmati “manisnya” kebebasan pers.
Pencabutan pengaturan mengenai SIUPP dan kebebasan penyajian berita serta informasi di berbagai bentuk pada tahun 1999 disahkanlah UU.Pers No. 40/1999 mengenai pers yang mengatur berbagai kecaman tentang hak dan kewajiban pers, perusahaan pers, hingga mekanisme penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan pemberitahuan ataupun tayangan di media massa. Jurnalisme meruoakan media informasi dan komuikasi yang mempunyai peran penting dalam penyebarluasan informasi yang seimbang dan setimpal di masyarakat,serta mempunyai kebebasan dan tanggung jawab dalam menjaklankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontroldan perekat sosial.
Berkaitan dengan hal di atas sejarah munculnya UU Pers No. 40 Tahun 1999 adalah pada saat itu terjadi dikala era reformasi di zaman pemerintahan BJ.Habibie.Hal itu terjadi karena selama 32 tahun pers merasa terbelenggu sewaktu pemerintahan rezim Orde Baru oleh Soeharto.Sehingga gerak langkah pers seperti dipasung, dalamartian bahwa saat itu pers belum dapat menjalankan fungsinya dengan maksimal yaitu sebagai kontrol pemerintah karena pers lebih cenderung corong ke pemerintah, kebebasan pers terlalu diatur oleh regulasi pada waktu itu.
Pers akhirnya UU pers muncul sebagai pijakan atau pedoman bagi insan pers agar bisa semakin berkembang dan menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik.Akan tetapi dengan munculnya UU pers maka juga ada batas-batas yang harus dipatuhi agar tidak memunculkan kesimpangsiuransebagai pedoman insan pers untuk menjalankan profesinya supaya tetap berpegang teguh pada tanggung jawab.Oleh sebab itu ditetapkanlah UU Pers No. 40 Tahun 1999.UU.No. 40/1999 memberikan pengertian yang subtansial mengenai pers.