Daftar Isi
Pendidikan sangat berpengaruh terhadap sumber daya manusia, pendidikan dibedakan menjadi dua yaitu formal dan nonformal. Dengan diadakanya pendidikan diusia dini diharapkan dapat membagun pengetahuan-pengetahuan sebagai dasar untuk memperoleh pengetahuan umum.
Pada makalah ini akan dikaji tentang pandangan kognitif dalam kegiatan pembelajaran. Teori Kognitif lebih menekankan bahwa belajar lebih banyak ditentukan karena adanya usaha dari setiap individu dalam upaya menggali ilmu pengetahuan melalui dunia pendidikan. Penataan kondisi tersebut bukan sebagai penyebab terjadinnya proses belajar bagi anak didik, tetapi melalui penggalian ilmu pengetahuan secara pribadi ini diarahkan untuk memudahkan anak didik dalam proses belajar. Keaktifan siswa menjadi unsur yang amat penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Aktivitas mandiri merupakan salah satu faktor untuk mencapai hasil yang maksimal dalam proses belajar dan pembelajaran. Para pendidik (Guru) dan para perancang pendidikan serta pengembang program-program pembelajaran perlu menyadari akan pentingnya pemahaman terhadap hakikat belajar dan pembelajaran. Teori belajar dan pembelajaran seperti teori kognitif penting untuk dimengerti dan diterapkan sesuai dengan kondisi dan konteks pembelajaran yang dihadapi.
Secara etimologi istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Dalam artian yang luas Cognition adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Didalam perkembangan selanjutnya, kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia atau konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat diotak juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang berkaitan dengan rasa.
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Teori kognitif memberikan banyak konsep utama dalam psikologi pendidikan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata (skema bagaimana seseorang memersepsikan lingkungannya) dalam tahapan-tahapan perkembangan dan saat seseorang memperoleh cara baru dalam mempresentasikan informasi secara mental. Teori kognitif digolongkan ke dalam konstruktivisme, bukan teori nativisme yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan.
Teori kognitif berpendapat bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Lebih dari itu belajar adalah melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang bersinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung, dan menyeluruh. Ibarat sesesorang yang memainkan musik, tidak hanya memahami not-not balok pada partitur sebagai informasi yang saling lepas dan berdiri sendiri, tapi sebagai suatu kesatuan yang secara utuh masuk ke dalam pikiran dan perasaannya. Selain itu, dalam psikologi kognitif, manusia melakukan pengamatan secara keseluruhan lebih dahulu, menganalisisnya, lalu mensintesiskannya kembali. Konsep-konsep terpenting dalam teori kognitif selain perkembangan kognitif adalah adaptasi intelektual oleh Jean Piaget, discovery learning oleh Jeron Bruner, dan reception learning oleh Ausubel.
Prinsip umum teori Belajar Kognitif, antara lain:
Beberapa pandangan tentang teori kognitif, diantaranya:
1. Teori perkembangan Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap:
Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara simultan melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi / di kode ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.
Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya.Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi
2. Teori Belajar Bruner
Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dalam teorinya, “free discovery learning” ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut.
Model pemahaman dari konsep Bruner (dalam Degeng,1989) menjelaskan bahwa pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Menurutnya, pembelajaran yang selama ini diberikan di sekolah banyak menekankan pada perkembangan kemampuan analisis, kurang mengembangkan kemampuan berpikir intuitif. Padahal berpikir intuitif sangat penting untuk mempelajari bidang sains, sebab setiap disiplin mempunyai konsep-konsep, prinsip, dan prosedur yang harus dipahami sebelum seseorang dapat belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif dan akhirnya sampai pada suatu kesimpulan (discovery learning).
Beberapa prinsip teori Bruner adalah:
3.Teori Belajar Bermakna Ausubel.
Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum belajar yang bermakna, teori-teori belajar yang ada selama ini masih banyak menekankan pada belajar asosiatif atau belajar menghafal. Belajar demikian tidak banyak bermakna bagi siswa.
Berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel. Pengertian belajar bermakna. Menurut Ausubel ada dua jenis belajar, Belajar bermakna (meaningful learning) dan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.
Sebagai ahli psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar melalui bahasa (meaningful verbal learning). Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya. Malah, ada bahaya bahwa siswa yang kurang mahir dalam hal ini akan banyak menebak dan mencoba-coba saja, tanpa menemukan sesuatu yang sungguh berarti baginya. Seandainya siswa sudah seorang ahli dalam mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu tidak ada; tetapi jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada.
Ia juga berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.
Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan:
Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi.
Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.
Dari belajar teori ini terdapat Kelebihan dan Kelemahan yaitu :
Kelebihan Teori Belajar Kognitif
Kelemahan Teori Belajar kognitif
Teori kognitif berpendapat bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Lebih dari itu belajar adalah melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang bersinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpisah-pisah, tapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung, dan menyeluruh. Ibarat sesesorang yang memainkan musik, tidak hanya memahami not-not balok pada partitur sebagai informasi yang saling lepas dan berdiri sendiri, tapi sebagai suatu kesatuan yang secara utuh masuk ke dalam pikiran dan perasaannya. Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses belajar yang terjadi dalam akal pikiran manusia atau gagasan manusia bahwa bagian-bagian suatu situasi saling berhubungan dalam konteks situasi secara keseluruhan. Jadi belajar melibatkan proses berfikir yang kompleks dan mementingkan proses belajar.