Sumber dan Penyebab Kesalahan Berbahasa dalam  Bahasa Ibu, Lingkungan, dan Kebiasaan

Sumber dan Penyebab Kesalahan Berbahasa dalam Bahasa Ibu, Lingkungan, dan Kebiasaan

Oleh | Minggu, 02 Juli 2023 07:06 WIB | 2.204 Views 2023-07-02 07:06:00

Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dan komunikasi dengan individu lain untuk menjalani sebuah kehidupan, alat untuk melakukan komunikasi dan interaksi itu adalah bahasa. Pada dasarnya, setiap manusia mempunyai kemungkinan untuk memiliki bahasa lebih dari satu, setidaknya satu bahasa ibu yang dimiliki. Hal ini diperkuat oleh pendapat Harding dan Riley yang menyatakan bahwa lebih dari setengah penduduk dunia adalah dwibahasawan. Namun, untuk berkomunikasi dengan kelompok lain membutuhkan bahasa yang dipahami bersama, salah satunya adalah dengan bahasa nasional seperti bahasa indonesia.

Dalam berinteraksi satu-sama lain, disadari atau tidak sering terjadi kesalahan dalam berbahasa, baik lisan maupun tulisan. Kesalahan berbahasa yang terjadi umumnya terjadi pada bagaimana penulisan yang tidak sesuai dengan ejaan yang benar atapun juga terjadi saat pengucapan yang tidak sesuai dengan yang seharusnya. Seringnya seorang individu melakukan kesalahan berbahasa bahkan membuat dirinya tidak menyadari bahwa ia sedang melakukan sebuah kesalahan dalam berbahasa. Seorang yang terkenal atau publik figur juga sering melakukan kesalahan berbahasa saat berpidato atau berbicara didepan orang banyak, karena dianggap publik figur maka seolah semua bahasa yang disampaikannya benar dan diikuti oleh banyak orang ditambah lagi dengan peran media cetak ataupun elektronik seperti televisi dan internet yang ikut berperan menyebarkan kesalahan berbahasa.

Seseorang yang bekerja dalam sebuah bidang tertentu juga sangat mungkin melakukan kesalahan bahasa, seorang pekerja dalam bidang teknologi misalnya, sangat mungkin bahasa-bahasa yang digunakan terpengaruh oleh istilah teknologi sehingga sering melakukan kesalahan berbahasa baik tulisan mapun lisan, dan itu terus berulang seoalah-olah tidak ada kesalahan, pun begitu dengan lingkungan-lingkungan lain yang berperan tidak hanya membentuk kebiasaan seseorang dalam beraktifitas, melainkan juga membentuk kebiasaan baru dalam berbahasa dan ini sering menjadi awal terjadi kesalahan berbahasa.

Kesalahan berbahasa yang terjadi tentu memiliki sebab mengapa bisa terjadi, banyak sumber yang menyebabkan kesalahan bahasa itu terjadi, seperti seseorang yang memiliki bahasa ibu tertentu dari satu suku sangat mungkin terjadi atapun hal lain yang tanpa disadari menjadi sebab kesalahan berbahasa. Oleh karenanya, dalam makalah ini akan dibahas apa saja sumber dan sebab kesalahan berbahasa serta mengkaji lebih dalam mengapa kesalahan berbahasa terjadi

Analisis Kesalahan Berbahasa

Sebelum mengkaji apa pengertian dari analisis kesalahan berbahasa, terlebih dahulu harus dipaparkan apa pengertian dari kesalahan berbahasa itu sendiri. Kesalahan berbahasa adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan berbagai unit kebahasaan yang meliputi kata, kalimat, paragraf, yang menyimpang dari sistem kaidah bahasa Indonesia baku, serta pemakaian ejaan dan tanda baca yang menyimpang dari sistem ejaan dan tanda baca yang telah ditetapkan sebagaimana dinyatakan dalam buku Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. S. Piet Corder dalam bukunya Introducing Applied Linguistik menjelaskan bahwa kesalahan berbahasa adalah pelanggaran terhadap kode bahasa.

Analisis kesalahan berbahasa adalah suatu cara atau langkah kerja yang biasa digunakan oleh peneliti atau guru bahasa untuk mengumpulkan data, mengidentifikasi kesalahan, menjelaskan kesalahan, mengklasifikasikan kesalahan dan mengevaluasi taraf keseriusan kesalahan berbahasa.

Pengertian Bahasa Ibu

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa ibu merupakan bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak lahir melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungan. Istilah bahasa ibu biasa dipadankan dengan istilah first language, native language, mother tongue, dan bagi orang Indonesia biasa dipandankan dengan bahasa daerah. Dalam pengajaran bahasa terdapat istilah first language, second language, third language, foreign language, native language, bilingual, monolingual, dan multilingual.

Menurut Harley (Tarigan, 2011, hlm. 2) lebih dari setengah penduduk dunia adalah dwibahasawan. Hal ini berarti bahwa sebagian besar manusia di bumi ini menggunakan dua bahasa sebagai alat komunikasi. Kedwibahasaan atau bilingualisme dapat dipahami sebagai kemampuan untuk menggunakan dua bahasa. Bangsa Indonesia menggunakan bahasa Indonesia apabila mereka berkomunikasi antarsuku. Salah satu dampak negatif dari praktek penggunaan dua bahasa secara bergantian adalah terjadinya kekacauan pemakaian bahasa, yang lebih dikenal dengan istilah inferfensi. Orang sunda dalam berbahasa Indonesia sering mengucapkan fonem /f/dan /v/ menjadi /p/. Misalnya kata-kata pasif, aktif kreatif , fakultas, November, variasi, variabel, diucapkan menjadi aktip, pasip, kreatip, pakultas, Nopember, pariasi, pariabel.

Interferensi Bahasa

 Menurut Weinreich (dikutip Tarigan, 2011, hlm.15) menurutnya, interferensi adalah “penyimpangan norma bahasa yang terjadi didalam ujaran dwibahasawan karena keakrabannya terhadap lebih dari satu bahasa yang menyebabkan terjadinya kontak bahasa”. Senada dengan itu, Chaer dan Agustina (1995: 168) mengemukakan bahwa interferensi adalah peristiwa penyimpangan norma dari salah satu bahasa atau lebih. Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan interferensi adalah kekeliruan atau penyimpangan norma sebagai akibat adanya kebiasaan ujaran dari satu bahasa atau lebih.

Menurut Chaer (2007, hlm.66), “Interferensi dapat terjadi pada semua tataran bahasa mulai dari tataran fonologi, morfologi, sintaksis, sampai ke tataran leksikon”. Contoh pada tataran fonologi, misalnya, kalau penutur bahasa jawa mengucapkan kata-kata bahasa Indonesia yang mulai dengan /b/,/d/,/j/, dan /g/ maka konsonan tersebut akan didahuluinya dengan bunyi nasal yang homorgan, jadi kata bogor akan diucapkan mBogor, kata depok akan dilafalkan nDepok. Interferensi pada tataran gramatikal, misalnya penggunaan prefiks ke- seperti pada kata kepukul, ketabrak dan kebaca yang seharusnya terpukul, tertabrak dan terbaca. Contoh interferensi dalam tataran sintaksis adalah susunan kalimat pasif makanan itu telah dimakan oleh saya dari penutur berbahasa ibu bahasa Sunda. Dalam bahasa Sunda susunannya adalah makanan teh atos dituang kuabdi, padahal susunan bahasa Indonesianya yang baku adalah makanan itu telah saya makan. Interferensi dalam bidang leksikon berupa digunakannya kata-kata dari bahasa lain ke dalam bahasa yang sedang digunakan, misalnya sewaktu berbahasa Indonesia terbawa masuk kata-kata dari bahasa Jawa, bahasa Sunda atau bahasa lain.

Integrasi Bahasa

Integrasi adalah penggunaan unsur bahasa lain secara sistematis seolah-olah merupakan bagian dari suatu bahasa tanpa disadari oleh pemakainya (Kridalaksana: 1993:84). Salah satu proses integrasi adalah peminjaman kata dari satu bahasa ke dalam bahasa lain. Oleh sebagian sosiolinguis, masalah integrasi merupakan masalah yang sulit dibedakan dari interferensi. Chair dan Agustina (1995:168) mengacu pada pendapat Mackey, menyatakan bahwa integrasi adalah unsur-unsur bahasa lain yang digunakan dalam bahasa tertentu dan dianggap sudah menjadi bagian dari bahasa tersebut. Tidak dianggap lagi sebagai unsur pinjaman atau pungutan.

Baik interferensi maupun integrasi sebenarnya sama-sama merupakan penyusupan suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Keduanya juga merupakan akibat adanya kontak bahasa antara kedua masyarakat bahasa yang bersangkutan. Persamaan lain terletak pada komponen yang terdapat dalam proses pembentukannya (Jendra, 2007: 141).

Interferensi dan integrasi merupakan topik Sosiolinguistik yang terjadi sebagai akibat adanya penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur yang multilingual. Keduanya juga berkaitan dengan masalah alih kode dan campur kode. Bila alih kode adalah peristiwa penggantian bahasa atau ragam bahasa oleh seorang penutur karena adanya sebab-sebab tertentu dan dilakukan dengan sadar, sedangkan campur kode adalah digunakannya serpihan-serpihan dari bahasa lain dalam menggunakan suatu bahasa.

1) Bentuk-Bentuk Integrasi Bahasa

Integrasi dapat terjadi pada semua bidang linguistik suatu bahasa. Pada bidang kosakata dalam bahasa Indonesia misalnya muncul kata-kata seperti aljabar, bendera, fisika, jendela, kabar, kimia, matematika, mobil, pulpen, televisi, telepon, dan lain-lain yang merupakan integrasi dari bahasa asing. Atau kata-kata seperti batik, cewek, cowok, jorok, nyeri, pantas, cacingan, dan sebagainya sebagai akibat peristiwa integrasi dari bahasa Indonesia.

Pada bidang morfologi terjadi pula peristiwa integrasi. Hal ini bisa diketahui dengan sering dipakainya kata-kata kabupaten, manunggal, praduga, wara-wiri, dan lain-lain yang berasal dari bahasa daerah. Juga kata-kata diskualifikasi, klasifikasi, dispensasi, interferensi, integrasi dan sebagainya adalah integrasi dari bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia.

Pada subsistem fonologi, dulu bahasa Indonesia tidak mengenal atau mempunyai fonem /f/, /x/, dan /s/; tetapi kini ketiga fonem itu telah menjadi fonem bahasa Indonesia. Dalam bidang sintaksis dulu bahasa Indonesia tidak mengenal struktur Ayahnya si Ali sakit seharusnya Ayah si Ali sakit dan buku itu sudah dibeli oleh saya seharusnya buku itu sudah saya beli.

Analisis Konstratif

Analisis kontrastif dalam Pateda memiliki definisi yakni sebuah pendekatan pengajaran bahasa yang digunakan  memperbaiki kesalahan berbahasa si terdidik sekaligus menolong si terdidik memperbaiki kesalahan bahasa mereka. Alasan munculnya analisis kontrastif yakni karena perlu adanya perbandingan kebudayaan pemakai bahasa yang dipelajari. Perbandingan tersebut dilakukan karena bahasa merupakan media kebudayaan. Lingkup analisis kontrastif terbatas pada perbandingan dua bahasa, yakni bahasa ibu dan bahasa yang sedang dipelajari. Telah dijelaskan, asumsi utama penganut analisis kontrastif ialah penguasaan si terdidik terhadap bahasa yang sedang dipelajari dipengaruhi oleh bahasa pertama atau bahasa ibu seperti yang dikatakan oleh Brown (1980:148), “. . . claimed that the principal barrier to second language acquisition is the interference of the first language system with the second languge system. . . . .”

Hal itu tidak mengherankan karena setiap hari si terdidik berada dalam situasi yang mendominasi oleh penggunaan bahasa ibu. Di rumah, dengan teman, ia selalu menggunakan bahasa ibu, meskipun sering tidak selalu demikian. Bahasa ibu memengaruhi proses belajar bahasa kedua, dengan kata lain bahasa ibu menjadi salah satu sumber dan sekaligus sebagai penyebab kesalahan. Pendidikan kedwibahasaan sudah berlangsung sejak zaman yunani. Faktor-faktor penyebab munculnya dan berkembangnya pendidikan kedwibahasaan itu antara lain dominasi politik, budaya, administrasi, ekonomi, militer, sejarah, agama, demografis, dan ideologi. Kontak bahasa yang terjadi di dalam diri dwibahasawan menyebabkan saling pengaruh antara B1 dan B2. Saling pengaruh ini dapat terjadi pada setiap unsur bahasa, seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis. Analisis kesalahan dalam berbahasa baik sumber dan sebab kesalahannya merupakan bagian dari studi linguistik menurut Pateda (1989, hlm. 39).

Berdasarkan temuan tentang pengaruh bahasa ibu, penganut analisis kontrastif menghipotesiskan bahwa ada petunjuk keras bahasa ibu memengaruhi akuisi bahasa yang sedang dipelajari. Di Indonesia terasa pengaruh bahasa ibu atau bahasa daerah. Guru yang mengajar di Bali akan merasakan pengaruh bahasa bali, orang yang mengajar di daerah Bugis akan merasakan pengaruh bahasa Bugis, guru yang mengajar di Simalungun akan merasakan pengaruh bahasa Batak pada anak-anak yang sedang mempelajari bahasa Indonesia.

Pengertian Lingkungan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencangkup keadaan sumber daya alam dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia. Lingkungan ini meliputi lingkungan di rumah, di sekolah, dan lingkungan di masyarakat. Kita mengetahui bahwa seseorang atau si terdidik tidak hidup sendirian. Setiap hari terjadi interaksi antara satu sama lain.  Ia berbicara, tapi kadang-kadang mendengarkan apa yang dikatakan temannya. Ketika ia berbicara atau mendengarkan orang lain berbicara, ia diperhadapkan dengan bahasa tertentu. Si terdidik yang berbicara, ia tidak memperhatikan, apakah bunyi yang dihasilkan, kata yang diucapkan, kalimat yang digunakan, memenuhi kaidah atau tidak. Si terdidik lain yang bercakap-cakap atau bermain dengan dia melakukan hal yang sama.

Hal yang sama dialaminya pula di rumah. Bapak, ibu, kakak, adik yang berbicara dengan tidak memperhatikan kaidah bahasa.  Di sekolah ia mempelajari bahasa Indonesia, tetapi di rumah ia tidak menggunakan bahasa Indonesia. Kalau toh bahasa Indonesia yang digunakan, pastilah bukan bahasa Indonesia ragam formal, melainkan dialek bahasa Indonesia.

 Oleh sebab itu faktor lingkungan besar pengaruhnya terhadap kesalahan pengguan bahasa si terdidik. Misalnya, di sekolah diajarkaan kalimat, “Pembangunan daripada jembatan itu telah selesai”, salah. Tetapi setiap malam si terdidik mendengar dari siaran televisi penggunaan kata daripada yang tidak tepat. Demikian pula, guru mengajarkan bahwa urutan kata saudara-saudara sekalian, para guru-guru sekalian, adalah urutan kata yang salah. Tetapi setiap hari, para pemimpin dari yang bertingkat nasional sampai ke perangkat kelurahan kadang-kadang menggunakan urutan kata-kata yang salah itu. Hal itu memengaruhi si terdidik. Si terdidik akan menganggap penggunaan bahasa yang baik hanya berlangsung pada waktu pelajaran bahasa. Padahal kita harus mengetahui bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut Arifin dan Hadi (2009, hlm. 11).

  1. Bahasa yang Baik

Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalhnya, dalam suassana santai dan akrab, seperti di dalam warung kopi, pasar, tempat arisan dan lapangan sepak bola digunakan bahasa Indonesia yang santai dan akrab yang tidak terlalu terikat oleh patokan. Dalam situasi resmi dan formal, seperti dalam kuliah, seminar, sidang DPR, dan pidato kenegaraan hendaklah gunakan bahasa Indonesia yang resmi dan formal, yang selalu memerhatikan norma bahasa.

  1. Bahasa yang Benar

Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Kaidah bahasa Indonesia itu meliputi kaidah ejaan, pembentukan kata, penyusunan kalimat, penyusunan paragraf, dan penataan penalaran. Jika kaidah ejaan digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan kata diperhatikan dengan saksama, dan penataan penalaran ditaati dengan konsisten, pemakaian bahasa Indonesia dikatakan benar. Sebaliknya, jika kaidah-kaidah bahasa Indoneisa kurang ditaati, pemakaian bahasa tersebut dianggap tidaak benar atau tidak baku. Jadi, bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyrakatan yang berlaku dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku.

Faktor Kesalahan Lingkungan

Menurut Pateda melihat kenyataan yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari, kesalahan yang bersumber dari lingkungan disebabkan sehari-hari, kesalahan bersumber dari lingkungan disebabkan oleh, (i) penggunaan bahasa bahasa di lingkungan keluarga seisi rumah, (ii) teman sekolah, (iii) teman sepermainan, (iv) pemimpin di masyarakat, (v) siaan radio, (vi) siaran telvisi, (vii) surat kabar / majalah, dan (viii) kegiatan yang menggunakan kebahasaan, misalnya spanduk, selabaran. Guru sebaiknya memperhitungkan sumber kesalahan ini dengan jalan mencatat apa-apa yang salah lalu membicarakannya di kelas.

Lingkungan pemakaian bahasaa yang baik dan benar akan memberi pengaruh yang positif terhadap perkembangan Bahasa Indonesia; sebaliknya pemakaian yang buruk akan memberikan pengaruh yang buruk pula terhadap pengaruh pengembangan Bahasa Indonesia. Lingkungan yang paling besar pengeruhnya terhadap baik buruknya perkembangan Bahasa Indonesia itu adalah lingkungan pemakaian Bahasa Indonesia di sekolah- sekolah, kantor-kantor, atau instansi-instansi pemerintahan.

Lingkungan sekolah memang besar artinya dalam rangka pembinaan Bahasa Indonesia karena sekolah merupakan lembaga pendidikan formal dapat dilakukannya proses pendidikan dan pengajaran. Disamping faktor sekolah, pemuka-pemuka masyarakat atau pejabat pemerintah mulai dari tingkat tertinggi sampai terendah tidak kalah pentingnya dalam rangka pembinaan Bahasa Indonesia. Masyarakat yang kurang pengetahuannya tentang Bahasa Indonesia akan menganggap bahwa apa yang mereka dengar atau mereka baca dari berbagai media masa ini selalu baik dan benar. Guru ataupun pejabat pemerintah memang merupakan teladan bagi siswa maupun masyarakat secara luas. Oleh karena itu, sewajarnyalah mereka memberikan contoh pemakaian Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pembinaan Bahasa Indonesia tidak bisa hanya dilakukan atau diserahkan kepada guru Bahasa Indonesia, tetapi juga dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia. Oleh karena itu pula, pembinaan terhadap Bahasa Indonesia sesungguhnya merupakan tanggung jawab seluruh warga Negara Indonesia.  

Pengertian Kebiasaan

Sebelum menelisik pemahaman kebiasaan dalam analisis kesalahan berbahasa seyogya kita harus mengetahui arti dari kebiasaan menurut KBBI yaitu suatu cara yang lazim atau wajar dan diulang-ulang dalam melakukan sesuatu oleh sekelompok orang. Kebiasaan bertalian dengan pengaruh bahasa ibu dan lingkungan. Si terdidik terbiasa dengan pola-pola bahasa yang didengarnya. Oleh karena pola atau bentuk sudah menjadi kebiasaan, kesalahan sulit dihilangkan.

 Contohnya, orang Gorontalo sudah biasa menggunakan kata yahu’ende ‘biru’ untuk kata wahu’ende. Oleh karena sudah biasa, maka kata yahu’ende selalu muncul jika dibandingkan dengan penggunaan kata wahu’ende meskipun kata wahu’ende yang benar. Demikian pula pembicaraan bahasa Indonesia selalu mengatakan saudara-saudara sekalian, segala upaya-upaya, karena sudah biasa meskipun urutan kata ini salah.

Ciri-Ciri Kebiasaan

Pertama, kebiasaan itu bersifat observable atau dapat diamati. Apabila kebiasaan itu berupa benda maka benda itu dapat diraba. Kedua, kebiasaan itu terjadi secara spontan tanpa disadari. Ketiga, kebiasaan itu sukar dihilangkan, kecuali kalau lingkungannya diubah. Apabila hubungan antara stimulus dan respon itu sudah bersifat mapan atau tetap maka hubungan antara stimulus dan respon disebut kebiasaan.

Dalam kebiasaan pengaruh bahasa ibu dengan lingkungan menjadi titik berat dalam permasalahan disini mengingat ada banyak faktor, salah satunya ,  yaitu alih kode dan alih topik. Menurut Pangaribuan (2008, hlm. 134) Kasus-kasus penggunaan bahasa meliputi kedua hal di atas, alih kode meliputi dialek atau idiosinkrasi seperti bahasa Jawa misalnya terdapat penggunaan ragam Ngoko, Madyo dan Krama. Sedangkan dalam alih topik berkenaan dengan hal-hal yang dibicarakan oleh penutur bila bertemu dan bertutur. Hal ini dapat menyebabkan kebiasaan dalam menyampaikan pendapat atau argumen baik secara perorang maupun kelompok.

Variasi Bahasa

Variasi bahasa cenderung terjadi akibat kultural atau kebiasaan yang tejadi di masyarakat bahasa. Variasi bahasa berdasarkan penuturnya meliputi idiolek yang berpengaruh terhadup kontak dan pemilihan bahasa. Variasi bahasa disini bukanlah yang berkenaan dengan isi pembicaran melainkan perbedaan dalam bidang morfologi, sintaksis, semantik juga kosa kata.

Analisis Kesalahan dalam Teori dan Praktik

Dari segi sarana pemakaiannya, ragam bahasa dibedakan menjadi ragam lisan dan tulis. Kita mampu menganalisis bahasa dari dua hal tersebut namun ada aturan tertentu seperti yang di kemukakan oleh Prof. Yus Badudu bahwa “Bahasa Indonesia yang baik dan benar hanya ada dalam tulisan selain itu batasannya adalah norma”. Menurut Setyawati dari segi suasananya, ragam bahasa dibedakan menjadi ragam resmi (ragam formal) dan ragam tidak resmi (informal). Ciri-ciri pemakaian ragam resmi antara lain menggunakan: unsur gramatikal secara eksplisit dan konsisten, afiks secara lengkap, pronomina resmi, kata-kata baku, dan menggunakan Ejaan yang Disempurnakan (EYD).

Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, berfungsi sebagai bahasa resmi di negara, bahasa resmi di lembaga pendidikan, dalam perhubungan tingkat nasional, dan dalam kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern. Bahasa Indonesia sebagai ragam bahasa ilmu memiliki sifat sebagai berikut: (a) ragam bahasa ilmu bukan dialek, (b) ragam bahasa ilmu merupakan ragam resmi, (c) ragam bahasa ilmu digunakan para cendekiawan untuk mengomunikasikan ilmu. Akibat bahasa yang beragam-ragam, lahirlah konsep “Bahasa Indonesia yang baik dan benar”. Konsep bahasa Indonesia yang baik dan benar dapat ditelaah melalui contoh kasus yang penyusun temukan dari lingkungan sekitar adapun penjelasannya akan dipaparkan dalam bab pembahasan. Hal ini diperkuat bahwa pengajaran bahasa, pemerolehan bahasa, kedwibahasaan, interferensi dan kesalahan berbahasa memiliki hubungan timbal balik.

Dari studi penelitian yang penyusun temukan di lapangan, berikut terdapat beberapa kata baik dalam sebuah kalimat maupun kata tunggal yang mengalami kesalahan baik dalam tulisan maupun lisan.

Pembahasan Bahasa Ibu

Berikut hasil penemuan di lapangan mengenai kesalahan berbahasa yang disebabkan oleh pengaruh bahasa ibu, yaitu

  1. Melalui percakapan yang diambil dari percakapan telepon genggam seorang lelaki dengan client nya yang berasal daerah Morotai Maluku utara dalam situasi tidak formal pada tanggal 24 Oktober 2016.

A    : Pak Adi proposalnya telah sampai tah?
B     : Duh maaf belum saya cek lagi, nanti saya lihat lagi ya.
A    : Baik Pak Adi, saya ni di kantor, nanti akan hubungi kembali.

       Dari percakapan di atas ditemukan kata Tah Kesalahan yang mencerminkan struktur bahasa ibu atau bahasa asli kepulauan Morotai yang secara tidak sadar telah mentransfer unsur suatu bahasa ke dalam bahasa lain disebabkan oleh faktor bahasa ibu. Situasi bahasa relatif stabil, walaupun terdapat penambahan pada dialek-dialek dasar bahasa.

  1. Diambil dari percakapan seorang ibu dan anak di daerah Margaasih dalam situasi tidak formal pada tanggal 24 Oktober 2016

Dalam kalimat pertama yaitu si Nisa tidur tidak tadi, menunjukan kesalahan yang dapat digolongkan sebagai interferensi. Kesalahan ini diidentifikasikan melalui salah satunya cara, yaitu dilihat dari kurang diperhatikannya struktur bahasa kedua.

Percakapan tersebut menunjukan adanya interferensi pada tataran gramatikal, penggunaan prefiks ke- seharusnya kata kebaca menjadi terbaca dalam bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan karena penutur terpengaruh oleh bahasa ibu yaitu bahasa Sunda yang biasa menyebutkan kabaca. Selain itu kata kiju yang seharusnya keju, kesalahan tersebut diidentifikasikan sebagai akibat penutur melanggar kaidah tata bahasa.

  1. Diambil dari sebuah pengumuman langsung melalui pengerah suara di daerah Sarijadi dalam situasi formal pada tanggal 23 September 2016.

“Hadiri Tablig akbar hari Senen tanggal 5 September 2016 bada isya di Mesjid Al-Ikhlas, diharapkan partisipasi warga untuk aktip dalam bidang kerohanian.”

       Terjadi kekacauan pemakaian bahasa yang dikenal interferensi orang sunda dalam berbahasa Indonesia sering mengucapkan fonem /f/dan /v/ menjadi /p/. Serta penyebutan hari yang seharusnya Senin menjadi Senen terpengaruh akibat lingkungan dan bahasa ibu padahal di sini dalam situasi formal, namun kesalahan dalam pengucapan terjadi akibat penutur telah memiliki tata bahasa yang dipengaruhi bahasa ibu.

  1. Diambil dari sebuah percakapan di sosial media bbm antara Dini Syifa (20 tahun) dan Rifaldi Efriansyah (22 tahun) dalam situasi tidak formal pada tanggal 5 Oktober 2016.

Kata sekarangmah dalam percakapan yang tidak formal dirasa dapat diterima, akan tetapi dilihat dari segi kesalahan berbahasa tentu kesalahan ini dapat diidentifikasikan kesalahan mentransfer unsur suatu bahasa ke dalam bahasa Indonesia diakibatkan karena pengaruh bahasa ibu yang kental.

  1. Diambil dari sebuah status di sosial media facebook dalam situasi tidak formal pada tanggal 7 Oktober 2016

Kesalahan difokuskan pada kata poto yang seharusnya foto, terjadi akibat interferensi dalam tataran fonologi orang sunda dalam berbahasa Indonesia sering mengucapkan fonem /f/dan /v/ menjadi /p/.

  1. Diambil dari sebuah status di sosial media facebook dalam situasi tidak formal pada tanggal 7 Oktober 2016.

 Kata IngsyaAllah dipengaruhi oleh penggunaan bahasa serapan yang dimasukan ke dalam bahasa ibu sehingga pelafalan yang seharusnya insyaAllah menjadi ing karena adanya ketentuan ikhfa yang harus dibaca berdengung. Sementara itu, kata ingsyaAllah biasa digunakan oleh kebanyakan orang Sunda.

  1. Diambil dari sebuah spanduk dalam situasi formal pada tanggal 7 Oktober 2016

Kesalahan berbahasa dalam spanduk di atas jelas ditunjukan karena pengaruh bahasa ibu, bahasa Sunda tepatnya dalam melafalkan huruf B menjadi P dalam ujaran sehingga terbawa ke dalam bentuk tulis. Kesalahan ini terjadi akibat penutur atau penulis tidak tepat dalam memilih kata dan menyalahi aturan penulisan.

  1. Diambil dari sebuah plang pengobatan dalam situasi formal pada tanggal 6 Oktober 2016.

Kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar kaidah penulisan bahasa baku yang diakibatkan penyisipan fonem e. Kesalahan ini bersumber dari kebiasaan dan pengaruh bahasa ibu dan memungkinkan karena interfernsi pada tataran fonologi, misalnya, kalau penutur bahasa sunda yang seakan menambahkan bunyi e pada konsonan KL misalnya klarifikasi menjadi kelarifikasi.

  1. Diambil dari sebuah spanduk yang menawarkan jasa dalam situasi tidak formal pada tanggal 6 Oktober 2016.

Kata Jin dan Kanpas diidentifikasi bahwa kesalahan tersebut terjadi akibat penulis terpengaruh bunyi tuturan yang salah pelafalan bunyi V menjadi P dan kata Jin yang akan menyebabbkan penafsiran salah. Hal ini akibat penulis tidak tepat dalam memilih kata atau ungkapan.

  1. Diambil dari sebuah spanduk pada tanggal 10 Oktober 2016

Tulisan di atas menunjukan kesalahan berbahasa akibat penulis tidak mengetahui kata baku sehingga apa yang sering diucapkan dalam tuturan dipengaruhi oleh pencampuran unsur bahasa ibu yang digunakan dalam penulisan.

Penutup

Lebih dari setengah penduduk dunia adalah dwibahasawan. Salah satu dampak negatif dari praktek penggunaan dua bahasa secara bergantian adalah terjadinya kekacauan pemakaian bahasa, yang lebih dikenal dengan istilah inferfensi. Dalam hal ini lingkungan dan kebiasaan menjadi suatu bagian dari sumber dan penyebab kesalahan berbahasa yang sangat erat kaitannya dengan bahaa ibu. Melalui analisis kontrastif yang memiliki definisi yakni sebuah pendekatan pengajaran bahasa yang digunakan  memperbaiki kesalahan berbahasa si terdidik sekaligus menolong si terdidik memperbaiki kesalahan bahasa mereka.        Berdasarkan temuan tentang pengaruh bahasa ibu, penganut analisis kontrastif menghipotesiskan bahwa ada petunjuk keras bahasa ibu memengaruhi akuisi bahasa yang sedang dipelajari yang implikasinya terhadap lingkungan dan kebiasaan. Faktor-faktor penyebab munculnya dan berkembangnya hal itu antara lain dominasi politik, budaya, administrasi, ekonomi, militer, sejarah, agama, demografis, dan ideologi.

Kontak bahasa yang terjadi di dalam diri dwibahasawan menyebabkan saling pengaruh antara B1 dan B2 dapat terjadi pada setiap unsur bahasa, seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis. Analisis kesalahan dalam berbahasa baik sumber dan sebab kesalahannya merupakan bagian dari studi linguistik yang dapat dikaji dari berbagai sudut pandang.

Prof. Yus Badudu mengemukakan bahwa “Bahasa Indonesia yang baik dan benar hanya ada dalam tulisan selain itu batasannya adalah norma”. Mengingat kesalahan berbahasa adalah penyimpangan-penyimpangan berbahasa yang dilakukan oleh seseorang secara sistematis dan konsisten. Dapat disimpulkan bahwa sebelum mengetahui kesalahan terhadap bahasa tentu kita ataupun stakeholder harus mampu mengetahui bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa Indonesia yang baik batasannya adalah norma sedangkan bahasa Indonesia yang benar batasannya adalah ejaan yang berlaku.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesalahan menyarakan pemakaian bahasa yang sesuai dengan kaidah. Sudah saatnya, kesalahan itu diatasi dengan segera, para pemakai bahasa harus berupaya meningkatkan keterampilannya dalam memperagakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan aturan yang berlaku.. Semua itu memerlukan kesadaran dan kemauan para pemakai bahasa Indonesia untuk memperbaiki diri jika ia membuat kesalahan.

  1. Diambil dari sebuah novel pada tanggal 12 Oktober 2016

Kesalahan ini mengacu kepada kesalahan akibat penutur tidak tepat menggunakan kaidah yang diketahui benar, bukan karena kurangnya penguasaan bahasa kedua. Adanya campuran struktur bahasa pertama (bahasa ibu) pada kata ngebaur yang jika di terjemahkan dalam bahasa Sunda menjadi ngahiji.

  1. Diambil dari sebuah produk minuman dalam situasi tidak formal pada tanggal 10 Oktober 2016

Penggunaan kata Senen yang seharusnya Senin dan pemakaian apostrof dalam kata Jum’at menjadi kesalahan yang dapat diidentifikasikan akibat penutur atau penulis melanggar kaidah berbahasa baku. Kesalahan ini umumnya terjadi akibat ketidaktahuan juga pengaruh bahasa ibu.

  1. Diambil dari status media sosial dalam situasi tidak formal pada tanggal 10 Oktober 2016

Kesalahan ini terjadi akibat adanya campur kode yaitu digunakannya serpihan-serpihan dan struktur  dari bahasa lain dalam menggunakan suatu bahasa.

  1. Diambil dari tulisan artikel sundarirespati.tumblr.com pada 17 Oktober 2016

Dalam penulisan artikel tersebut terjadi akibat pengaruh bahasa ibu yaitu bahasa Melayu karerna beliau berdomisili di Duri, Riau. Kesalahan ini diidentifikasikanke dalam variasi bahasa yaitu adanya pemakaian struktur bahasa Melayu dan dialek Melayu.

  1. Lingkungan
  1. Diambil dari sebuah sambutan dalam acara rapat di daerah Cihanjuang dalam situasi formal pada tanggal 30 September 2016.

     “ Terimakasih atas kehadiran para bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian yang telah menyempatkan hadir pada rapat hari ini”.
     

Dalam kutipan sambutan di atas terdapat kesalahan akibat penanda ganda yang sering terjadi di lingkungan. Dalam lingkungan tentu mempunyai andil besar dalam menyebarluaskan kebenaran bahasa yang baik dan benar. Salah satu yang menjadi panutan dalam berbahasa Indonesia adalah orang yang sering tampil/ menyampaikan pidato seperti RT/ RW dll.

  1. Diambil dari sebuah sambutan dalam acara rapat di daerah Cihanjuang dalam situasi formal pada tanggal 3 September 2016.

“ Sehubungan dengan memperingati tahun baru islam kami selaku DkM mengajak masyarakat untuk mengikuti pawai obor sebagian daripada itu masyarakat RT 07 bisa mendaftarkan diri terkait pelaksanaan acara tersebut.

Penggunaan kata daripada itu merupakan penggunaan yang tidak tepat. Hal ini diakibatkan si penutur memeroleh kata tersebut dari media sehingga dianggap penerapan kata tersebut dibenarkan. Pengaruh lingkungan tentu menjadi faktor utama dalam kesalahan berbahasa.

 

  1. Diambil dari sebuah percakapan antara teman dengan teman di kosan dengan situasi nonformal pada tanggal 12 Oktober 2016.
    “Syan tolong pangbawain buku aku diatas meja”

Kata pangbawain merupakan kesalahan akibat bahasa di pelapisan masyarakat yang menunjukan bahwa bahasa ibu sangat berpengaruh terhadap ucapan si penutur di lingkungannya, walaupun latar belakang penutur bukan berbahasa Sunda namun akibat pemerolehan kata di lingkungan dapat diterapkan dalam ucapannya dengan melihat siapa orang yang diajak bicara.

  1. Diambil dari sebuah percakapan di sekolah SMAN 15 BANDUNG dalam situasi formal pada tanggal 29 September 2016.

“ Anak- anak perhatikan teks di depan dengan seksama

Kata seksama dalam kalimat di atas menunjukan kesalahan dalam penggunaan bahasa baku. Kata ini biasa dipakai akibat penutur salah memilih kata akibatnya si terdidik terpengaruh untuk mengucapkan kata yang sama. Padalah dalam KBBI kata seksama ini tidak ada namun akibat lingkungan membiasakan maka terjadilah kesalahan.

  1. Diambil dari sebuah percakapan di kampus dalam situasi formal pada tanggal 17 Oktober 2016.
    A   : Kenapa keberadaan konjungsi dalam sebuah wacana tidak menjadi sebuah keharusan? Berikan alasannya !
    B   : Karena adanya Elipsis, Bu.

Kata kenapa menjadi kata tanya yang biasa diucapkan dalam lingkungan baik formal maupun non-formal. Kata tersebut mengandung kesalahan karena kata tanya yang benar adalah mengapa. Kesalahan ini akibat penutur memeroleh bahasa dari lingkungan dan dianggap tidak menyalahi kaidah bahasa karena sering digunakan.

  1. Kebiasaan
  1. Diambil dari sebuah percakapan di daerah kampus STKIP Siliwangi dalam situasi tidak formal pada tanggal 4 Oktober 2016

    A : Kenapa sih kamu acuh banget sama tugas kelompok ?
    B : Acuh gimana ? perasaan aku kemarin ngasih bahan buat tugas
    A : Ya, tapi kenapa kamu gak pernah ikut bikin makalahnya ?
    B : Kan aku udah kasih materinya hari Saptu.
          Penggunaan kata acuh adalah salah satu kesalahan yang digolongkan ke dalam kesalahan akibat penutur tidak tepat dalam memilih kata untuk  situasi tertentu. Menurut KBBI acuh memiliki arti peduli. Sementara dalam penggunaanya seseorang biasa menggunakan kata acuh dengan menafsirkan bahwa kata acuh itu adalah ketidakpedulian.
  1. Diambil dari sebuah ceramah di daerah perumahan Gempol Sari dalam situasi formal pada tanggal 25 september 2016.

    Semua upaya-upaya yang telah kami lakukan semata-mata untuk mencari ridho allah.”
    Susunan kata semua upaya-upaya ini salah, tetapi akibat sering tejadi dalam mayarakat bahasa maka hal ini dianggap biasa.
  2. Diambil dari sebuah percakapan di kampus dalam situasi tidak formal pada tanggal 7 oktober 2016

    A : kenapa sih kamu sekang ngomong nya kebawa- bawa kasar sama dia ?
    B : Iya gak tau udah kebiasaan
     

Percakapan tersebut menunjukan adanya interferensi pada tataran gramatikal, penggunaan prefiks ke- seharusnya kata kebawa-bawa menjadi terbawa-bawa dalam bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan karena penutur terpengaruh oleh bahasa ibu yaitu bahasa Sunda yang biasa menjadi kebiasaan yang salah dalam sebuah tuturan tidak formal.

  1. Diambil dari sebuah status di sosial media line dalam situasi tidak formal pada tanggal 14 Oktober 2016.

Kata nugas biasa diungkapkan oleh sebagian masyarakat dalam kondisi dimana seseorang itu disibukan oleh pekerjaan atau kewajibannya sebagai pelajar atau mahasiswa. Dilihat dari KBBI tentu kata nugas tidak ada namun kata ini menjadi lumrah akibar sseringnya digunakan sehingga bagi mahasiswa atau pelajar cenderung terbiasa menggunakan kata nugas untuk menunjukan bahwa dirinya sedang disibukan oleh tugas.

  1. Diambil dari sebuah percakapan di sinetron FTV SCTV pada tanggal 17 oktober 2016

    A  : Jangan semena-mena yaa sama saya!
    B  : Kau ini bicara apa? Gue bisa jelasin Din.
     

Penggunaan kata acuh adalah salah satu kesalahan yang digolongkan ke dalam kesalahan akibat penutur tidak tepat dalam memilih kata untuksituasi tertentu. Menurut KBBI semena mena justrumemiliki arti hati-hati. Sementara dalam penggunaanya seseorang biasa menggunakan kata semena-mena dengan menafsirkan bahwa kata acuh itu adalah macam-macam.

Dari penjelasan di atas dapat kami atau penyusun temukan bahwa kasus tersebut digolongkan dalam dua kesalahan yang pertama disegi error dan yang kedua disegi mistake. Adapun faktor terjadinya kesalahan yaitu 1) Pengaruh bahasa ibu misal orang Sunda maupun daerah lainnya yang mencampurkan b1 dan b2 secara tidak sadar maupun sadar 2) Dari segi kebiasaan hal ini disebabkan akibat ketidaktahuan makna atau arti dari kata yang ditutur atau yang dituliskan serta kurang pengetahuan terkait penulisan kata yang benar 3)Akibat pengaruh bahasa Ibu sehingga perbedaan pengucapan dari segi fonem 4) Berhubungan dengan teori konformitas 5) Akibat faktor pergaulan yang mengakibatkan terjadinya kerancuan dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar 6) Akibat implikatur maupun melihat dengan siapa bertutur sehingga terjadinya kesantunan berbahasa biasanya mangakibatkan terjadinya alih kode, campur kode maupun alih topik.

Upaya yang dapat dilakukakn untuk mengatasi kesalahan menyarakan pemakaian bahasa yang sesuai dengan kaidah. Sudah saatnya, kesalahan itu diatasi dengan segera, para pemakai bahasa harus berupaya meningkatkan keterampilannya dalam memperagakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan aturan yang berlaku.. Semua itu memerlukan kesadaran dan kemauan para pemakai bahasa Indonesia untuk memperbaiki diri jika ia membuat kesalahan.



Referensi / Daftar Pustaka


Achmad & Abdullah, A. (2012). Lingustik umum. Jakarta: Erlangga.

Arifin, E. Z & Hadi. F. (2009). Seribu satu kesalahan berbahasa. Jakarta: Akademika Pressindo.

Hs, Widjono. (2007). Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Cet. 2. Jakarta: PT Grasindo.

Pangaribuan, T. (2008). Paradigma bahasa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Pateda, M. (1989). Analisis kesalahan berbahasa. Flores: Nusa Indah.

Tarigan, H. G & Tarigan. D. (2011). Pengajaran analisis kesalahan berbahasa. Bandung: Angkasa.

Setyawati, N. (2010). Analisis kesalahan berbahasa indonesia: teori dan praktik. Surakarta: Yuma Pressindo.

Sitasi/Citation/Jadikan Daftar Pustaka Artikel Ini:
Azzahra, I.S.S. (2023).Sumber dan Penyebab Kesalahan Berbahasa dalam Bahasa Ibu, Lingkungan, dan Kebiasaan. Pustaka, pp.30. Retrieved from https://www.salamahazzahra.com/pustaka/makalah-bahasa-indonesia/30/sumber-dan-penyebab-kesalahan-berbahasa-dalam-bahasa-ibu-lingkungan-dan-kebiasaan/

Baca Full Text (PDF) Diary Siti Salamah Azzahra






Makalah Bahasa Indonesia Lainnya
Hubungan Kemampuan Efektif Membaca dengan Strategi Membaca
Rabu, 21 Juni 2023 23:35 WIB
Hubungan Kemampuan Efektif Membaca dengan Strategi Membaca
Beberapa pakar pendidikan dan pengajaran membaca menyamakan istilah KEM dengan speed reading (membaca cepat). Kemampuan membaca cepat atau kecepatan membaca itu ditunjukkan oleh kemampuan membaca sejumlah kata yang dibaca dalam satuan menit (kata per menit)
Kaitan Linguistik Struktural dengan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Kamis, 15 Juni 2023 22:41 WIB
Kaitan Linguistik Struktural dengan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Linguistik struktural merupakan kajian linguistik yang membahas bahasa menggunakan pendekatan pada bahasa itu sendiri. Linguistik struktural sering dipertentangkan dengan linguistik tradisional. Linguistik struktural mengkaji bahasa dari ciri formal yang ada di dalam bahasa, sedangkan linguistik tradisional mengkaji tataran filsafat dan semantik.
Apresiasi Puisi Diksi dengan Gaya Bahasa
Selasa, 13 Juni 2023 22:53 WIB
Apresiasi Puisi Diksi dengan Gaya Bahasa
Diksi atau pilihan kata dalam praktik berbahasa sesungguhnya mempersoalkan kesanggupan sebuah kata dapat juga frasa atau kelompok kata untuk menimbulkan gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengarnya. Indonesia memiliki bermacam-macam suku bangsa dan bahas
Penulisan Pengutipan dan Daftar Pustaka Menurut American Psychological Association (APA) dalam Karya Tulis Ilmiah
Selasa, 06 Juni 2023 04:22 WIB
Penulisan Pengutipan dan Daftar Pustaka Menurut American Psychological Association (APA) dalam Karya Tulis Ilmiah
Tuntutan seseorang yang berkelut di bidang pendidikan khususnya adalah mampu menciptakan karya tulis ilmiah dengan baik. Tuntutan tersebut dapat berupa tuntutan tugas maupun yang hendak melakukan penelitian. Di dalam membuat sebuah karya ilmiah, kita diharuskan untuk tidak menjiplak karya orang lain karena itu melanggar hak cipta.
Teknik Membaca dengan Metode CATU, metode Surtabaku, dan metode SQ4R
Rabu, 31 Mei 2023 15:39 WIB
Teknik Membaca dengan Metode CATU, metode Surtabaku, dan metode SQ4R
Ada beberapa teknik membaca untuk memudahkan pembaca dalam memahami sebuah bacaan salah satunya yaitu dengan metode CATU, metode Surtabaku, dan metode SQ4R. Pengajaran metode membaca dan sangat fleksibel penerapannya untuk gaya belajar apapun, yaitu dengan teknik membaca yang memiliki konteks yang hampir sama seperti teknik membaca dengan metode CATU, metode Surtabaku serta metode SQ4R
Memirsa, Kemampuan Dasar Berbahasa Kelima
Senin, 03 Oktober 2022 08:37 WIB
Memirsa, Kemampuan Dasar Berbahasa Kelima
Kemampuan berbahasa selama ini dipahami ada 4 buah yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Namun, akhir-akhir ini ada kemampuan berbahasa dasar baru yang diperkenalkan yaitu memirsa