Daftar Isi
Evaluasi merupakan salah satu komponen penting dan memainkan peranan yang besar dalam mengidentifikasi keberhasilan suatu program pendidikan. Pada dasarnya, evaluasi dimaksudkan untuk memperoleh data atau informasi tentang jarak antara situasi yang ada dan situasi yang diharapkan dengan menggunakan kriteria-kriteria tertentu. Penggunaan alat evaluasi ini adalah untuk mendapatkan hasil yang lebih baik sesuai kenyataan yang di evaluasi. Hasil evaluasi digunakan sebagai umpan balik bagi komponen awal dan layanan proses pembelajarannya. Dengan menggunakan data dan informasi yang ada, guru dapat mengambil keputusan tentang kegiatan belajar mengajar selanjutnya. Agar proses evaluasi dapat berlangsung, maka instrumen evaluasi harus direncanakan, disusun, dan dilaksanakan. Salah satu instrumen evaluasi yang digunakan secara luas adalah tes.
Evaluasi hasil pembelajaran sastra tidak dapat dipisahkan dari program pembelajaran sastra secara keseluruhan, terutama yang berkaitan dengan bahan dan teknik pembelajaran. Hal itu mudah dimengerti karena evaluasi adalah bagian dari kegiatan pembelajaran, yaitu yang dimaksudkan untuk mengukur seberapa baik siswa berhasil menguasai bahan dan atau pengalaman belajar yang dibelajarkan sesuai dengan target (baca: kompetensi) program pembelajaran. Pembelajaran yang baik mensyaratkan adanya kesejajaran antara bahan dan tenik pembelajaran dengan bahan dan teknik penilaian, karena adanya kesejajaran itu akan menyangkut masalah kelayakan (appropriateness) dan validitas (validity) penilaian (Tuckman & Ebel, via Nurgiyantoro, 2001). Maka, jika bahan dan teknik pembelajaran bahasa dan sastra kurang tepat, dalam arti kurang mendukung target, evaluasi yang dilakukan juga akan lebih menceminkan kegiatan pembelajaran itu.
Dalam pengajaran bahasa, tes seringkali digunakan sebagai satu-satunya alat evaluasi untuk mengukur keberhasilan proses belajar mengajar bahasa. Tes ini bisa berupa tes baku atau tes buatan guru, tes lisan, tulisan atau perbuatan. Namun demikian, saat ini tes yang baku tertulis mendapat tempat khusus dalam evaluasi pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia untuk mengukur kemajuan dalam penguasaan.`Tes adalah suatu proses yang sistematis dalam memperoleh dan mempergunakan informasi untuk membuat pertimbangan yang dipergunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Tes bahasa Indonesia yang dilakukan saat ini masih beorientasi pada pengujian teori bahasa dan teori pendidikan bahasa bukan pada apsek penggunaan bahasa yang komunikatif.
Tes merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya suatu standar kompetensi yang telah dipelajari oleh siswa disetiap pembelajaran. Keberhasilan proses belajar mengajar di kelas dapat dilihat dari sejauh mana penguasaan kompetensi yang telah dikuasai oleh semua siswa di kelas itu. Pada dasarnya hasil belajar siswa dapat dinyatakan dalam tiga aspek, yang biasa disebut dengan domain atau ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Adanya perbedaan individu, sudah tentu turut serta menentukan berhasil atau tidaknya individu-individu itu dalam menjalankan tugas dan kewajibannya yang berupa tugas belajar. Senada dengan adanya perbedaan individu itu, maka perlu diciptakan alat untuk mengukur keadaan individu, dan alat pengukur itulah disebut tes.
Dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia tes digunakan untuk mengukur kemampuan dan keterampilan siswa tidak hanya dalam bidang bahasa saja, tetapi juga keterampilan sastra, atau yang lebih sering disebut apresiasi sastra. Penggabungan sastra ke dalam pengajaran bahasa memang wajar dan dapat dimengerti. Sebab, bahasa merupakan sarana pengucapan sastra, bahasa merupakan salah satu unsur bentuk sastra yang penting, khususnya pada karya sastra yang berwujud puisi. Sastra merupakan karya seni yang bermediakan bahasa yang unsur-unsur keindahannya menonjol. Akan tetapi, sebagai sebuah karya seni, sastra tidak semata-mata hanya berurusan dengan unsur bahasa saja, melainkan juga unsur-unsur sastra yang lain yang juga tak kalah penting. Tugas-tugas kesastraan sebenarnya dapat sangat luas, tidak hanya terbatas pada tugas tes yang diberikan di sekolah, melainkan juga tugas-tugas yang dilakukan di luar sekolah.
Tes atau tugas-tugas kesastraan dalam penulisan ini dimaksudkan sebagai tes untuk mengungkap kemampuan apresiasi sastra siswa. Tes atau tugas-tugas tersebut dapat apresiatif, atau sebaliknya kurang apresiatif. Bagaimanakah kriteria tes atau tugas-tugas kesastraan yang apresiatif? Kata kunci untuk pengertian apresiasi adalah “membaca karya sastra secara langsung”. jadi, siswa betul-betul dihadapkan pada karya secara tertentu, baik berupa puisi, cerpen, novel, atau drama.
Secara umum tujuan pengajaran satra ialah menekankan pada kemampuan siswa untuk mengampresiasi sastra secara memadai. Kejelasan tujuan pengajaran (sastra) penting, sebab hal tersebut akan memberikan pedoman bagi pemilihan bahan yang sesuai. Karena, pemilihan bahan pengajaran dan bahan yang akan diteskan harus menompang tercapainya tujuan: membimbing dan meningkatkan kemampuan mengampresiasi sastra siswa.
Secara garis besar bahan pengajaran sastra dapat dibedakan ke dalam dua golongan: (1) bahan apresiasi tak lsngsung dan (2) bahan apresiasi langsung. Bahan apresiasi sastra tak langsung berfungsi untuk menunjang keberhasilan pengajaran apresiasi sastra yang bersifat langsung. Bahan apresiasi sastra tak langsung menyarankan pada bahan pengajaran yang bersifat teoretis dan sejarah : teori sastra dan sejarah sastra. Sementara itu, pengajaran apresiasi langsung memiliki fungsi yakni menyarankan pada pengertian bawa siswa langsung dihadapkan pada berbagai jenis karya sastra. Siswa secara kritis dibimbing untuk memahami, mengenali berbagai unsurnya yang khas, menunjukkan kaitan di antara berbagai unsur yang keseluruhannya mencakup wadah apresiasi.
Kaitan antara komponen tujuan, bahan, dengan (alat) penilaian dalam pengajaran sastra dapat menjadi lebih tajam. Penilaian dalam hal ini dapat berfungsi ganda yakni (1) mengungkapkan kemampuan apresiasi sastra siswa dan (2) menunjang tercapainya tujuan pengajaran apresiasi sastra. Fungsi pertama jelas dan menjadi tujuan penulisan ini. Fungsi kedua pun akan terjadi jika penilaian yang dilakukan lebih ditekankan pada tujuan untuk mengungkapkan kemampuan apresiasi siswa secara langsung.
Kemudian, pemilihan bahan yang diujikan dan kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa hendaknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan kejiwaan dan kognitif siswa. Bahan yang diberikan untuk siswa tingkat SD, SMPT, SMTA, dan mahasiswa tentu saja tidak sama. Demikian pula halnya dengan bahan tes untuk siswa tingkat diatasnya, hendaknya dipilih dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang menguntungkan. Pemilihan bahan sastra yang sulit, misalnya yag abstrak dan sulit dipahami akan memperkecil motivasi siswa dan membuat mereka menjadi tidak tertarik.
Tes atau tugas-tugas kesastran dalam hal ini ialah yang dimaksudkan untuk mengungkapkan kemampuan apresiasi sastra siswa. Tes atau tugas-tugas dapat apresiatif atau sebaliknya. Namun, kedua hal tersebut bukan dalam pengertian bertentangan, karena yang ada merupakan masalah gradasi atau tingkat-tingkat kadar keapresiatifan. Artinya ada tes atau tugas-tugas tang berkadar apresiatif tinggi, sedang, dan rendah.
Tes kesastraan yang apresiatif ialah tes yang berangkat dari karya sastra secara langsung, dan untuk dapat mengerjakan hal tersebut siswa harus membaca karya itu sungguh-sungguh. Jadi, soal –soal atau tugas-tugas tersebut berupa “memperlakukan” secara langsung sebuah karya tertentu baik berupa pengenalan, pengidentifikasian, pemahaman, penganalisisan, pemberian pertimbangan tertentu, penilaian, dan lain-lain. Tes atau tugas-tugas kesastraan yang demikian adalah tes yang berkadar apresiatif tinggi.
Kemudian, ada kalana guru membuat tes atau tugas-tugas kesastraan hanya berdasarkan sinopsis (fiksi atau drama, entah buatan sendiri atau orang lain) atau kutipan-kitipan kalimat tertentu atau baris-baris tertentu dari fiksi, drama, atau puisi. Tes atau tugas-tugas yang demikian memang tak seapresiatif tugas-tugas yang dikemukakan sebelumnya, namun masih mengandung usur-unsur apresiasi yang “agak lumayan” atau berkadar “masih lebih baik daripada tidak sama sekali” karena masih marujuk karya-karya tertentu walau tidak secara langsung. Tes atau tugas-tugas kesastraan tersebut dapat diidentifikasi sebagai tes atau tugas yang berkadar apresiatif sedang.
Selain itu, dalam pembuata soal-soal kesastraan, seseorang sering tergoda untuk membuat soal yang mudah seprti soal-soal yang menanyakan hal-hal teoritis atau historis. Misalnya soal-soal yang menanyakan pengertian-pengertian aspek intrinsik karya (tema, alur, penokohan, rima, irama) dan kesejarahan (kapan karya itu terbit, karya siap, apa saja karya-karya pengarang itu). Tes atau tugas-tugas tersebut karena tidak secara langsung berkaitan dengan karya tertentu dan dapat dijawab tanpa siswa harus membaca suatu karya adalah tes atu tugas-tugas kesastraan yang berkadar apresiatif rendah.
Pendekatan taksonomis beranggapan bahwa keluaran hasil belajar walau pada kenyataannya merupakan satu kesatuan yang pandu dalam diri siswa, dapat dibedakan ke dalam berbagai aspek, jenis, dan tingkatan tertentu. Pendekatan taksonomis yang banyak diikuti orang dalam penulisan ini, adalah taksonomis Bloom, yaitu yang membedakan keluaran hasil belajar ke dalam tiga ranah: kognitif, afektif, dan psikmotor.
Berikut diberikan dua buah contoh
Ranah psikomotor adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan aktiitas otot, fisik, atau gerakan-gerakan anggota badan. Keluaran hasil belajar yang bersifat psikomotor adalah keterampilan-keterampilan gerak tertentu yang diperoleh setelah mengalami gerak tertentu yang diperoleh setelah mengalami pristiwa belajar. Penilaian hasil belajar psikomotor harus dilakukan dengan tes yang berupa tes perbuatan. Penilaian dilakukan dengan jalan pengamatan. Tes psikomotor kesastraan misalnya walau ada unsur kognitif dan sikap karena yang utama adalah kadarnya – tugas berdeklamasi, membaca puisi, cerpen, drama, dramatisasi dan lain-lain. Aspek-aspek yang dinilai untuk beberapa contoh tersebut misalnya pemahaman, penghayatan, intonasi, ekspresi, kewajaran, dan sebagainya, sedangkriteria penilaiannya misalnya mempergunakan angka terendah 40 dan tertinggi 100.
Tingkatan tes kesastraan yang dimaksudkan ialah tes pada tingkat kognitif yang terdiri dari keenam tingkatan, tingkat ingatan (C1) sampai penilaian tingkat (C6).
Tes kesastraan pada tingkat ingatan sekedar menghendaki siswa untuk mampu mengungkapkan kembali kemampuan ingatannya yang berhubungan dengan fakta, konsep, pengertian, definisi, deskripsi, dan sebagainya. Contoh tes ingatan misalnya sebagai berikut:
Tes kesastraan pada tingkat pemahaman menghendakin siswa untuk mampu memahami, membedakan, dan menjelaskan fakta, hubungan antar konsep dan lain-lain yang sifatnya lebih dari sekedar mengingat, kemampuan pemahaman antara lain berupa kemampuan menangkap isi prosa atau isi yang dibacanya, meringkas atau membuat sinopsis novel atau cerpen, menyimpulkan cerita fiksi memedakan secara prioritis prosa dengan puisi, pantun dengan syair, dan sebagainya. Contoh butir soal tingkat pemahaman sebagai berikut.
Tes kesastraan pada tingkat penerapan menuntut siswa untuk mampu menerapkan pengetahuan teoritisnya kedalam kegiatan praktis yang kongkret artinya, siswa telah dituntut benar-benar untuk ”memperlakukan” karya sastra secara nyata. Kemampuan aplikasi ini antara lain berupa kemampuan mengubah, memodifikasi, mendemonstrasikan, mengoperasikan, menerapkan sesuatu hal atau kemampuan. Misalnya, mengubah cerita bentuk naratif (cerpen, novel), kedalam bentuk dialog (drama) atau sebaliknya, membahasakan puisi kembali dengan kata-kata sendiri atau membuat parafrase, memberi penenda-penanda hubungan pada puisi, memberi penanda jeda (baca), menunjukan suatu hal atau keadaan dalam suatu karya misalnya berbagai gaya bahasa, latar (setting), alur. Contoh soal tingkat penerapan
Tes kesastraan pada tingkat analisis, di samping menuntut siswa untuk telah benar-benar membaca karya tertentu, siswa diharapkan mampu untuk melakukan kerja analisis terhadap karya tersebut. Untuk menjawab secara benar butir-butir tes kesastraan yang diberikan , terlebih dahulu, siswa harus melakukan kegiatan analisis yang sudah merupakan aktivias kognitif tingkat tinggi. Tes kesastraan selanjutnya ialah tes kesastraan tingkat sintesis dan tes kesastraan tingkat evaluasi.
Tujuan pengajaran sastra sevara umum, menuntut kemampuan siswa untuk mengapresiasi sastra secara memadai. Kemudian, secara garis besar bahan pengajaran sastra dibedakan atau dua golongan (1) bahan apresiasi tak langsung dan (2) bahan apresiasi langsung. Penilaian dalam pengajaran sastra memiliki fungsi ganda yaitu (1) mengungkapkan kemampuan apresiasi siswa, (2) menunjang tercapainya tujuan apresiasi sastra. Penilaian tes kesastraan terdiri atas penilaian ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan tingkatan tes kesastraan terdiri atas tingkat ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Idris, Nuny Sulistiany.2007. ”Evaluasi dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Di SMA”. Makalah(online)
Nurgiyantoro, Burhan.1995. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.Yogyakarta: BPFE.