Awal bulan keenam setiap tahunnya diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila, ideologi Bangsa Indonesia yang jauh bertahun-tahun silam lahir sebagai sebuah kesepakatan, sebuah pemahaman bersama akan mimpi tumbuhnya sebuah bangsa yang maju, sejahtera dan juga beradab. Hari ini, Pancasila semakin tua tentu usianya, sudah seharusnya semakin ternanam kuat dalam hati masyarakat Indonesia, namun nyatanya banyak yang tidak memahami arti Pancasila itu sendiri bahkan tidak sedikit yang justru mempermasalahkan Pancasila itu sendiri.
Rendahnya pengamalan Pancasila pada generasi milenial saat ini jelas terlihat di berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah bahasa. Generasi milenial dengan berbagai problematikannya mengalami degradasi dalam kualitas berbabahasa, berbahasa Indonesia tentunya. Jangankan jauh berbicara sastra yang tingkatannya lebih tinggi dari sekedar berbahasa, untuk berbicara pun sudah sangat jarang yang menggunakan bahasa yang baik dan benar, cenderung kasar dengan berbagai panggilan untuk karakteristik tertentu yang disamakan dengan hewan hingga rendahnya kemampuan memilih kata (diksi) sehingga menghadirkan sebuah perkataan yang jauh dari lembut dan ketimuran.
Jejaring sosial (social media) menjadi tempat terfavorit untuk generasi milenial sekarang dalam berekspresi, ruang untuk berbicara. Ditempat ini sering kita jumpai ujaran kebencian, kualitas "status" yang jauh dari bahasa yang baik dan sopan. Sungguh jauh dari karakteristik masyarakat yang mengamalkan Pancasila.
Bahasa dan Pancasila
Pancasila lahir dengan diksi terbaik dari bahasa tingkat tinggi, sejenak bila kita melihat tiap silanya. Sila pertama misalnya yang berbunyi Ketuhanan yang Maha Esa, sebuah kalimat yang memiliki makna mendalam tentang pentingnya hidup berketuhanan, yang saling bertoleransi dalam menjalankan setiap ajarannya. Andai saja generasi saat ini mengamalkan satu saja dari Pancasila ini, tentu setiap ucapannya, setiap perkataannya akan mencerminkan mahluk yang taat kepada Tuhannya, ucapannya akan baik, setiap kata yang dikeluarkan benar-benar dipikirkan, jangan sampai Tuhan murka akan perkataan kita yang secara bahasa tidak bagus dan dapat membuat sakit hati banyak orang.
Contoh lain yang dapat kita temui adalah diksi dalam sila kelima Pancasila, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebuah kalimat yang dalam, pemilihan kata Keadilan adalah hal yang luar biasa, kenapa tidak memilih kata "pemerataan", karena keadilan tidak hanya bicara tentang pembagian yang merata, tetapi maknanya lebih luas. Begitulah bahasa Pancasila yang begitu baik dan berkualitas.
Pancasila dan Kualitas Berbahasa
Sebuah pertanyaan yang harus kita jawab bersama, apakah ada korelasinya ketika sebuah generasi yang "tidak cinta" Pancasila akan menyebabkan degradasi berbahasa? secara pribadi saya mengakui bahwa masyarakat yang tidak berhati Pancasila akan sangat mudah untuk mengalami degradasi dalam berbahasa, karena bahasa seyogyanya adalah cerminan hati, jika hati bersih maka bahasa yang keluarpun akan bersih dan lembut, sebaliknya apabila hati kotor, penuh kebencian, penuh emosi maka bahasa yang digunakannya pun akan kotor dan penuh kebencian.